Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menyatakan pihaknya menyiapkan 20 ribu test kit yang diprioritaskan untuk tiga kelompok warga.
Pertama, Kategori A adalah petugas medis yang menangani COVID-19, Orang Dalam Pemantauan (ODP) yang pulang dari luar negeri, Pasien Dalam Pengawasan (PDP), keluarga, tetangga, dan temannya. Tes akan dilakukan secara door-to-door di rumah sakit daerah masing-masing.
“Akan dites oleh ribuan test kit yang hitungan 15 menit akan keluar. Dalam bentuk tes di fasilitas kesehatan, di rumah sakit-rumah sakit yang sudah ditentukan,” ucapnya dalam konferensi pers, Selasa (24/3).
Hasil tes Kategori A akan diverifikasi dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) di laboratorium.
Sementara Kategori B meliputi masyarakat dengan profesi yang interaksi sosialnya atau rawan tertular. Dia mencontohkan petugas transportasi, pedagang pasar, ulama dan pejabat yang berinteraksi dengan masyarakat, serta wartawan.
Ketiga, Kategori C yaitu masyarakat umum yang memiliki gejala sakit yang diduga penyakit COVID-19. Gejala tersebut harus dibuktikan dengan keterangan fasilitas kesehatan, bukan diagnosis sendiri.
Emil, sapaan akrabnya, mengatakan untuk Kategori B dan C akan dilakukan metode Rapid Diagnosis Test (RDT). Tes akan dilakukan di Stadion Patriot, Kota Bekasi, dan Stadion Jalak Harupat, Kabupaten Bandung. Dua lokasi ini melayani warga di kota/kabupaten sekitarnya.
“Kemudian juga jauh dari interaksi fisik sehingga kemungkinan dilakukan di lapangan-lapangan terbuka termasuk parkir stadion yang sudah disiapkan,” tambahnya.
Sementara untuk Kabupaten Bogor, Kota Bogor, dan Kota Depok akan digelar di wilayah masing-masing.
Calon peserta tes perlu mendaftar di aplikasi PIKOBAR atau Dinas Kesehatan wilayah masing-masing. Setelah diverifikasi dengan wawancara, peserta tes diundang untuk datang pada hari dan jam tertentu.
Emil berharap, hasil tes dapat menghasilkan peta sebaran infeksi pada akhir pekan ini. Selain itu, dengan data itu pula, pihaknya akan meninjau implementasi kerja dan sekolah dari rumah.
“Apakah bekerja dan sekolah di rumah dilanjutkan atau tidak? Menambah satu minggu atau bisa kembali ke sekolah dan tempat bekerja dengan tetap menjaga jarak?” tambahnya.
Efektivitas Metode Tes Dipertanyakan
Meski begitu, efektivitas RDT bagi kategori B dan C dipertanyakan. Tes tersebut menggunakan metode serologi untuk memeriksa antibodi dalam tubuh.
Peneliti kesehatan masyarakat Center for Indonesia Strategic Development Initiatives (CISDI), Nurul Luntungan, mengatakan, berbeda dengan tes PCR, tes antibodi tidak sepenuhnya akurat.
“Bisa saja dia terinfeksi, tapi karena pemeriksaannya itu masih 5 sampai 7 hari setelah terinfeksi, jadi antibodinya belum terbentuk. Sehingga hasilnya negatif tapi false negative (negatif palsu),” jelasnya.
Sementara yang hasilnya positif pun harus dikonfirmasi oleh pengecekan laboratorium.
“Apakah betul-betul sedang terinfeksi (virus)? Atau sebenarnya punya riwayat terinfeksi di bulan sebelumnya? Tapi saat ini virusnya sudah tidak ada hanya ada antibodinya,” ujar perempuan lulusan Harvard School of Public Health ini.
Mengenai penggunaan stadion, tambah Nurul, perlu dipastikan tidak terjadi kerumunan orang. Social distancing atau jaga jarak harus tetap diberlakukan. Hal ini untuk mencegah penularan dari peserta tes yang sakit ke yang sehat.
Nurul menambahkan, pemerintah perlu memperbanyak lokasi tes. Hal ini agar orang tidak perlu bepergian jauh ke stadion yang ditentukan.
“Apakah memang lebih baik disentralkan seperti itu atau justru disebar di berbagai titik? Supaya jarak tempuhnya tidak terlalu jauh untuk orang-orang yang mungkin punya keterbatasan sarana transportasi,” tutupnya. [rt/ab]