Dalam telekonferensi dari kantornya, Senin (23/3), Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengatakan masih banyak pemerintah daerah mengabaikan wabah virus corona Covid-19. Dia mendesak semua pemerintah daerah memiliki satu pandangan dalam menangani virus asal Kota Wuhan, China tersebut.
"Agar pemerintah daerah tahu bahwa ini satu serangan yang bisa membesar meskipun di daerahnya belum terserang secara masif. Tapi bisa saja suatu saat akan membesar serangan-serangan ke daerah-daerah itu," kata Mahfud.
Dalam memerangi wabah Covid-19, Mahfud meminta kerjasama semua pihak, termasuk seluruh rakyat Indonesia. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu juga mengimbau pemerintah daerah untuk serius menangani wabah penyakit mematikan ini. Hal ini penting untuk mencegah terjadi ledakan kasus Covid-19 di daerah-daerah yang belum terkena wabah.
Pemerintah Memilih Tidak Melakukan Lockdown
Mahfud mengatakan Indonesia memilih tidak melakukan lockdown karena menilai hal ini tidak manusiawi dan tidak efektif. Ia mencontohkan lockdown di Italia, yang justru tidak menyelesaikan persoalan. Sejak Italia memberlakukan isolasi, lanjut Mahfud, korban meninggal akibat virus COVID-19 masih sangat banyak karena masyarakatnya tetap tidak disiplin. Rekor tertinggi adalah akhir pekan lalu ketika 800-an orang dalam sehari meninggal di Italia karena terinfeksi Covid-19.
Pilihan lain, menurut Mahfud, adalah care immunity seperti yang dilakukan di Inggris. Opsi ini membiarkan warganya melakukan pertaruhan kekebalan tubuh atau imunitas. Dia menilai pilihan tersebut juga tidak manusiawi karena masyarakat diminta mengupayakan keselamatan diri sendiri.
Mengkaji semua opsi itu, Indonesia, tegas Mahfud, memilih untuk menjaga jarak atau social distancing; dan karenanya mendesak masyarakat untuk tinggal di rumah kalau tidak ada urusan mendesak atau darurat. Masyarakat juga diminta menghindari kerumunan orang atau menjaga jarak ketika berada di tempat umum.
Meski begitu, Mahfud mengakui masih banyak warga tidak peduli dan tetap kumpul-kumpul. Karena itu, katanya, aparat keamanan akan diterjunkan untuk membubarkan kerumunan orang secara persuasif atau kalau perlu secara paksa jika menolak dibubarkan.
Kapolri: Bubarkan Massa yang Tak Patuhi Imbauan Pemerintah
Dalam jumpa pers di kantornya, Kepala Divisi Hubungan Kemasyarakatan Kepolisian Republik Indonesia Inspektur Jenderal Mohammad Iqbal menegaskan Polri dan TNI akan membubarkan masyarakat yang tidak mengindahkan imbauan pemerintah untuk bekerja dari rumah dan menjaga jarak dengan orang lain demi menekan penyebaran virus Covid-19.
Menurutnya upaya pembubaran kerumunan orang tersebut sudah sesuai dengan Maklumat Kepala Polri Jenderal Idham Azis Nomor Mak/2/III/2020 bertanggal 19 Maret 2020, yang diterbitkan setelah semakin cepatnya penyebaran Covid-19 di Indonesia.
Polisi Siap Terjunkan 465.000 Personil
Untuk melaksanakan maklumat itu, Polri menerjunkan 465 ribu personel secara serentak. Lebih dari 500 personil Polres dan 5.000 personil Polsek akan bergerak untuk memastikan tidak ada kerumunan orang. Aparat keamanan tidak langsung membubarkan paksa namun mendepankan pendekatan persuasif.
"Seluruh personel Polri, 465 ribu orang di seluruh Indonesia dan ditambah rekan-rekan TNI dan seluruh pemangku kepentingan bergerak tanpa henti untuk mengimbau, membubarkan bila diperlukan dengan tegas. Saya ulangi membubarkan bila diperlukan dengan tegas demi keselamatan publik," ujar Iqbal.
Iqbal menjelaskan kalau ada warga yang melawan imbauan atau pembubaran paksa tersebut, akan dipidana dan dikenai pasal 212, 216, dan 218 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Sesuai pasal 212, ancaman hukumannya penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak Rp 4.500.
Sedangkan dalam pasal 216 ancaman hukumannya adalah penjara paling lama 4,5 bulan atau denda paling banyak Rp 9 ribu. Pasal 218 ancamannya yaitu penjara paling lama 4,5 bulan atau denda Rp 9 ribu.
Virus Corona Telah Jangkiti Hampir 600 Orang
Hingga hari ini, virus Covid-19 telah menginfeksi 579 orang, termasuk 49 orang meninggal dunia. Sementara 30 orang telah sembuh. Mereka tersebar di Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, jawa Timur, Bali, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Maluku, Maluku Utara, dan Papua. [fwm/em]