Presiden Joko Widodo pada Minggu (25/1) malam secara mendadak memberikan keterangan pers terkait kisruh antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Kepolisian Republik Indonesia (Polri).
Usai bertemu dengan beberapa tokoh masyarakat yang diundang hadir oleh Presiden terkait penyelesaian masalah ini di Istana Merdeka Jakarta, Presiden Jokowi menegaskan agar tidak ada kriminalisasi dalam sebuah proses hukum baik di KPK maupun di Polri. Presiden juga menegaskan, proses hukum yang tengah berlangsung atas diri Komisaris Jenderal Budi Gunawan dan Komisioner KPK Bambang Widjojanto harus transparan.
"Yang pertama, bahwa kita sepakat institusi KPK dan Polri harus menjaga kewibawaan sebagai institusi penegak hukum. Termasuk institusi penegak hukum yang lain seperti Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung. Oleh sebab itu jangan ada kriminalisasi. Saya ulangi, jangan ada kriminalisasi. Dan proses hukum yang terjadi pada personil KPK maupun Polri, harus dibuat terang benderang, harus dibuat transparan. Proses hukumnya harus dibuat transparan," tegas Jokowi.
Presiden Jokowi juga meminta kepada semua kalangan agar tidak mengintervensi penanganan kasus hukum baik yang berlangsung di KPK maupun di kepolisian. Presiden menekankan baik kepada KPK maupun Polri agar tidak boleh bertidak semena-mena dengan mengatasnamakan hukum.
"Dan agar proses hukum dapat berjalan dengan baik jangan ada intervensi dari siapapun, tapi saya tetap mengawasi dan mengawal. KPK dan Polri harus bahu membahu kerjasama memberantas korupsi. Biarkan KPK bekerja, biarkan Polri bekerja. Dan semuanya tidak boleh merasa sok diatas hukum. Keduanya harus membuktikan bahwa merea telah bertindak benar sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku," tambahnya.
Presiden Jokowi mengumpulkan beberapa tokoh untuk membahas penyelesaian ketegangan antara KPK dan Polri. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshidiqie yang turut hadir mengatakan ia dan beberapa orang lainnya diminta memberi masukan terkait masalah KPK dan Polri.
Presiden Jokowi menurut Jimly Asshidiqie, membentuk tim independen untuk mengatasi konflik antara KPK dengan Polri.
Jimly menjelaskan, "Kami diundang sebagai pribadi dan tidak dibentuk atau belum diputuskan sebagai tim formal. Tapi sewaktu-waktu kami diminta untuk memberikan masukan sehubungan dengan masalah ini. Tujuannya pertama meredakan ketegangan ditengah-tengah masyarakat. Kedua memberi kesempatan proses penegakan hukum yang obyektif, rasional dan transparan berlangsung sebagaimana mestinya."
Tujuan dibentuknya tim independen ini, tambah Jimly, juga untuk meredakan ketegangan di tengah masyarakat menyikapi penetapan tersangka calon Kapolri Komjen Budi Gunawan oleh KPK dan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto oleh Mabes Polri.
"Selebihnya nanti kita ikuti saja proses dan perkembangan selanjutnya. Sewaktu-waktu kami bisa memberikan masukan kapan saja diperlukan mengenai masalah ini. Dan kami juga akan mengadakan komunikasi baik dengan kepolisian maupun dengan KPK. Sepanjang hal-hal yang diperlukan," ujarnya.
Selain Jimly, tim independen tersebut diisi mantan Wakapolri Komisaris Jenderal (Purnawirawan) Oegroseno, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana, pengamat Kepolisian Bambang Widodo Umar, mantan pimpinan KPK Tumpak Hatorangan Panggabean dan Erry Riyana Hardjapamekas.
Mantan Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah, Syafii Maarif, juga masuk dalam daftar undangan Presiden. Namun, Syafii berhalangan hadir karena masih berada di Yogyakarta.