Kekacauan di sepanjang perbatasan Uni Eropa baru-baru ini merupakan tanda bagi sebagian negara di Eropa tengah dan timur bahwa penyelesaian yang diusulkan oleh para pemimpin Eropa Barat gagal. Ada tentangan terhadap seruan Kanselir Jerman, Angela Merkel untuk menerima kuota migran. Hal itu memberi fokus baru bagi blok mini Visegrad yang terdiri dari negara-negara Eropa tengah dan timur, setelah tidak punya suara selama 25 tahun terakhir.
Hingga kini, negara-negara Visegrad, termasuk Hongaria dan Polandia, telah sejalan dengan seluruh negara Eropa lainnya dalam hal pembangunan ekonomi dan pembukaan perbatasan.
Tetapi krisis migran telah mengubah segalanya. Pemimpin Hongaria menginginkan dibangunnya pagar untuk mengucilkan Yunani karena gagal mempertahankan batas wilayah negara-negara Eropa.
Perdana Menteri Hongaria, VIKTOR ORBAN, mengatakan, "Kebijakan migrasi yang telah kita lihat sejauh ini gagal, dan ini hanya menciptakan terorisme, kekerasan dan ketakutan. Posisi kami cenderung untuk mengontrol arus pengungsi dan sekaligus menghentikannya."
Para pemimpin empat negara Visegrad berada dalam posisi sulit. Deklarasi KTT mereka di Praha pekan ini bersifat kompromistis.
Mereka berjanji untuk tidak menentang setiap cara penyelesaian krisis oleh Uni Eropa, dan akan berusaha untuk mencegah "munculnya garis pemisah baru" di Eropa. Perdana Menteri Polandia Beata Szydlo mengatakan, "Saya tekankan dengan sangat jelas, deklarasi yang dikeluarkan hari ini mencakup seruan dukungan dari empat negara Visegrad untuk mencapai suatu penyelesaian Eropa bagi krisis pengungsi ini."
Tapi kekacauan terus berlangsung, seperti yang terlihat dalam bentrokan baru-baru ini di perbatasan Yunani dengan Makedonia, dan negara-negara Eropa tengah dan timur tidak mengubah posisi mereka tentang kuota migran.
Tujuan mereka sekarang adalah mempertahankan keanggotaan mereka dalam Uni Eropa dengan semua manfaat ekonominya,sambil menjawab kemarahan rakyat yang frustrasi atas respon Eropa terhadap krisis migran. [ps/ii]