Sejumlah mahasiswa dan aktivis mengatakan hari Rabu (2/11) bahwa saran Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa untuk mencabut pintu di asrama-asrama perguruan tinggi untuk mencegah seks bebas dapat melanggar privasi dan menurunkan keamanan.
Khofifah mengatakan ia terinspirasi oleh kunjungannya ke asrama-asrama tak berpintu di sebuah universitas "yang sangat prestisius", di mana aktivitas-aktivitas mahasiswa di kamar-kamar mereka dapat dipantau secara efektif.
"Tidak perlu lagi ada kekhawatiran mengenai kemungkinan kontak antara perempuan dan laki-laki, dan perempuan dengan perempuan," ujar Khofifah kepada wartawan baru-baru ini. "Saya telah melihat betapa efektifnya hal ini, dan saya kira ini dapat dijadikan panutan."
Khofifah tidak mengungkapkan nama universitas yang ia kunjungi.
"Rencana seperti itu, jika benar, jelas tidak masuk akal," ujar Bonar Tigor Naipospos, wakil ketua Setara Institute, lembaga swadaya masyarakat yang mengadvokasi soal demokrasi dan perdamaian.
Pintu mereprentasikan kebutuhan individu akan privasi, ujar Bonar. "Namun negara, dengan alasan moralitas, ingin menghancurkan pintu itu dan membuat perilaku dan kesadaran individu seragam."
Dian Najean Lestari, mahasiswi Universitas Islam Negeri Jakarta, juga menolak usul tersebut, mengatakan bahwa hal itu memicu pencurian dan menimbulkan risiko keamanan lain.
Hak-hak komunitas lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) mendapat serangan yang belum pernah ada sebelumnya dari pejabat pemerintah dan sejumlah tokoh publik tahun ini, menurut LSM Human Rights Watch.
Seorang juru bicara kepresidenan Agustus lalu mengatakan "tidak ada ruang" di negara ini untuk "gerakan massal LGBT untuk mempengaruhi pihak-pihak lain untuk menjadi seperti mereka." [hd]