Mengenakan penutup kepala layaknya perempuan muslim, lima orang mahasiswa asal Amerika Serikat tanpa canggung mencoba mengikuti irama hadrah yang dinyanyikan oleh ibu-ibu jamaah masjid di Plosokuning, Yogyakarta. Hadrah adalah tradisi masyarakat Jawa yang dipengaruhi oleh budaya Islam.
Sejumlah umat, biasanya didominasi oleh kaum perempuan, berkumpul untuk menyanyikan lagu-lagu pujian kepada Tuhan dengan iringan alat musik bernama terbang. Acara hadrah hari Senin malam kali ini terasa berbeda karena ada lima tamu istimewa yang datang. Tamu itu adalah Emma Janeczko, Alexandra Manges, Katelyn Borholdt,Taylor Adamski, dan Ilia Fiene, yang datang dari kota-kota berbeda di Amerika.
Mewakili kawan-kawannya, Katelyn Borholdt menyatakan sangat berterima kasih bisa bermain musik dan mengenal lebih dekat tradisi Islam di masyarakat Jawa.
"Terima kasih karena sudah mengundang kami kesini, kami benar-benar merasakan pengalaman yang luar biasa. Kami sangat senang sekali bisa berbagi mengenai musik dengan setiap orang disini. Kami sangat menikmati bermain musik dengan warga, dan kami juga berterima kasih atas keramahtamahannya. Sungguh ini suatu berkah untuk kami," ujar Katelyn.
Kedatangan mahasiswa Amerika ke Desa Plosokuning ini memang tepat. Kawasan tersebut adalah salah satu pusat perkembangan Islam di masa Kerajaan Mataram di Jawa. Masjid tempat mereka belajar hadrah telah berumur lebih dari 200 tahun.
Kelima mahasiswi itu memang datang ke Yogyakarta untuk belajar lebih dekat dengan kebudayaan Islam. Menurut Muhsin Kalida, fasilitator program ini, para mahasiswi itu memang datang untuk melihat langsung kehidupan umat muslim pedesaan di Indonesia, yang sangat berbeda dengan apa yang mereka bayangkan sebelumnya.
Muhsin Kalida menjelaskan, “Selama ini Islam kan dianggap ekstrim, teroris dan lain-lain. Dengan setiap hari kita bersentuhan dengan perilaku Islam yang ada di Indonesia, nampaknya persepsi mereka tidak sama dengan yang dipersepsikan mereka selama ini. “
Belajar hadrah hanya salah satu dari berbagai kegiatan yang dilaksanakan lima mahasiswi ini di Yogyakarta. Sebelumnya, mereka juga sudah berkunjung ke pesantren-pesantren, melakukan serangkaian diskusi, dan juga mempelajari sejarah hubungan agama-agama di Indonesia. Agar lebih mudah memahami berbagai hal itu, para mahasiswi ini tinggal di keluarga-keluarga muslim dan mengamati kehidupan mereka.
“Mereka tinggal di tempat kami, di wilayah kami. Mereka makan, tidur juga dengan masyarakat, dan masyarakat tidak boleh merubah kebiasaan mereka. Kalau pagi ke pasar atau ke sawah, ya mereka pergi ke sawah. Sementara temen-temen yang dari Amerika mempelajari budaya itu,” ungkap Muhsin Kalida.
Para mahasiswa ini dikirim oleh School of International Training di Amerika Serikat. Bekerja sama dengan sejumlah lembaga di Yogyakarta, lembaga ini memfasilitasi mahasiswa yang ingin mengenal lebih dekat kehidupan warga muslim di pedesaan Jawa.
Ditambahkan Muhsin Kalida, diharapkan dengan melihat langsung kehidupan muslim Jawa, persepsi warga Amerika Serikat mengenai muslim bisa menjadi lebih baik.