Pemerintah Indonesia akan menajamkan fokus ekonomi lima tahun ke depan pada industri manufaktur. Hal ini dilakukan untuk percepatan pembangunan sekaligus meningkatkan pendapatan negara.
Perekonomian dunia dalam sepuluh tahun terakhir semakin dinamis, yang ditandai dengan semakin kuatnya kemajuan industri di negara-negara berkembang di bagian selatan; seperti Tiongkok, India, dan Singapura. Dengan kemajuan yang semakin pesat di kawasan ini, Indonesia dituntut untuk merumuskan suatu kebijakan ekonomi (masterplan) yang strategis dan tepat sasaran, agar dapat menyeimbangkan pergerakan ekonomi regional dan global.
Demikian yang disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dalam sidang kabinet akhir tahun bidang ekonomi, yang berlangsung satu hari penuh di Istana Bogor, Kamis. Sidang kabinet ini dihadiri Wakil Presiden Boediono dan seluruh jajaran menteri bidang perekonomian; termasuk Gubernur Bank Indonesia dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal.
Presiden Yudhoyono mengatakan, “Kita pernah memiliki dokumen RPJP (Rencana Pembangunan Jangka Panjang), RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah), RKP (Rencana Kerja Pemerintah) APBN, yang sesungguhnya satu rencana yang lebih kongkrit agendanya jelas dan sasarannya jelas, siapa berbuat apa. Kalau itu menyangkut investasi, investasi bidang apa juga jelas. Dengan demikian ini pelengkap dari semua dokumen strategis yang kita miliki. Mengapa harus kita bikin seperti ini, karena yang kita perlukan adalah rencana yang lebih definitif.”
Presiden menambahkan, meskipun Indonesia menganut sistem ekonomi terbuka, suatu masterplan ekonomi yang terarah akan mendukung rencana pemerintah meningkatkan Produk Domestik Brutto dan pendapatan per kapita Indonesia di masa depan.
“Pendek kata, tidak boleh kita mendikotomikan bahwa setiap persoalan ekonomi pasti selesai oleh yang disebut invisible hands. Dan tidak lagi diperlukan visible hands, karena ada mekanisme pasar yang mengatur, tetapi ternyata itu tidak bisa menyelesaikan semua persoalan, terutama pada masa krisis ataupun ketika terjadi ketidakadilan perekonomian. Disitulah peran pemerintah yang tepat menjadi keniscayaan. Dalam konteks itu, maka kita akan memadukan kedua pendekatan itu dalam masterplan yang akan kita susun,” demikian ujar Presiden.
Secara terpisah, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Hatta Radjasa, kepada wartawan menjabarkan, pemerintah akan membangun cluster atau wilayah, untuk memaksimalkan potensi ekonomi di setiap daerah. Sejumlah koridor utama adalah Sumatera dan Jadebotabek, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Maluku Utara, Nusa Tenggara Barat, dan Bali. Untuk sepuluh tahun ke depan, Indonesia berencana untuk bergerak dari industri bahan mentah menuju industri manufaktur, yang menyerap banyak tenaga kerja.
Hatta mengatakan, “Suku bunga negara maju akan terus meningkat sebagai respons meningkatnya inflasi sebagai akibat meningkatnya biaya modal. Semua itu kita gambarkan sebagai peluang dan tantangan.Lalu kita melihat apa yang kita miliki. Indonesia memiliki kekayaan sumber daya alam, gas, thermal, coal (batubara), panas bumi, kakao, minyak kelapa sawit, timah, nikel, bauksit, semua belum terkelola secara baik, belum menjadi value added (nilai tambah) yang memadai.”
Dari sektor industri manufaktur, pemerintah berharap pertumbuhan ekonomi dapat menembus angka 7-8% mulai 2013 mendatang.