Israel kembali mengundang pejabat atau tokoh muslim dari Indonesia. Sekali lagi, polemik meruap terkait adanya pejabat atau tokoh muslim dari Indonesia bersedia memenuhi undangan dari negara Bintang Daud itu.
Kontroversi kali ini dipicu oleh kesediaan Anggota Dewan Pertimbangan Presiden Yahya Cholil Staquf datang ke Israel untuk menghadiri konferensi tahunan Forum Global AJC (Komite Yahudi Amerika) yang digelar di Yerusalem selama 10-13 Juni 2018.
Ini kali pertama Forum Global AJC yang dilakukan di luar Amerika sejak lembaga advokasi Yahudi ini berdiri 112 tahun lalu. Presiden Abdurrahman Wahid alias Gud Dur pernah menghadiri acara serupa yang dilangsungkan pada 2002 di Ibu Kota Washington DC, Amerika.
Kepada VOA, Senin (11/6), Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri Majelis Ulama Indonesia (MUI) Muhyiddin Junaidi menjelaskan pihaknya melihat lawatan Yahya Staquf itu melanggar etika diplomasi, konstitusi, dan aspek hubungan sosial keagamaan.
Dari sisi konstitusi dan politik internasional, lanjut Muhyidddin, Indonesia memiliki sikap tegas, yakni tidak mengakui kedaulatan negara Israel sampai Israel mengakui kemerdekaan Palestina. Bahkan salah satu hasil dari Konferensi Tingkat Tinggi OKI mengenai Yerusalem yang digelar di Jakarta pada 2016, adalah memboikot barang-barang dari Israel.
Baca juga: Wamenlu: Israel Berhak Larang Pelancong Indonesia Berkunjung
Muhyiddin menegaskan Israel adalah satu-satunya negara yang tidak mau tunduk terhadap resolusi yang dikeluarkan Majelis Umum dan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
"Jadi kami melihat kunjungan (Yahya Staquf) ini sangat merusak citra Indonesia di dunia internasional. Karena kunjungan tersebut justru merusak hubungan bilateral Indonesia dengan Palestina, hubungan Indonesia dengan negara Arab lainnya," tandasnya.
Apalagi, kata Muhyiddin, kunjungan Yahya Staquf tersebut terjadi saat pasukan Israel gencar membunuhi demonstran Palestina di sepanjang perbatasan Jalur Gaza-Israel, di mana sudah 139 orang tewas dan sepuluh ribu lainnya cedera.
Muhyiddin menegaskan sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden, Yahya Staquf mesti memahami dirinya tidak bisa memenuhi undangan ke Israel. Atau berpikir dengan sekali kunjungan sudah dapat menyelesaikan konflik Palestina-Israel.
Menurut Muhyiddin, tiga negara berpenduduk mayoritas muslim - Mesir, Yordania, dan Turki - telah membina hubungan diplomatik dengan Israel sampai saat ini pun belum mampu mewujudkan negara Palestina merdeka dan berdaulat dengan ibu kotanya di Yerusalem Timur.
Muhyiddin mengatakan Presiden Joko Widodo harus memanggil Yahya Staquf untuk meminta penjelasan atas lawatannya ke Israel
Ini bukan pertama kali pejabat atau tokoh muslim dari Indonesia berkunjung ke Israel. Januari tahun ini, dua pejabat MUI - Marsudi Syuhud dan istibsyaroh - melawat ke negara Bintang Daud tersebut.
Karena itu, Muhyiddin meminta siapa saja pejabat atau tokoh muslim Indonesia diundang ke Israel agar tidak memenuhi undangan itu. Dengan kehadiran mereka saja, lanjut dia, itu merupakan kemenangan bagi Israel.
Di hari pertama pelaksanaan Forum Global AJC kemarin, Yahya Staquf menjadi tokoh dalam dialog dengan Direktur Hubungan Antar Agama AJC Rabbi David Rosen. Pada kesempatan itu, Yahya Staquf memuji kinerja mendiang Presiden Abdurrahman Wahid yang berusaha menampilkan Islam sebagai agama toleran dan mampu membina hubungan harmonis dengan para pemeluk agama lain.
Yahya Staquf mengakui hampir dalam semua konflik terjadi di dunia ini, agama selalu menjadi pembenaran atau senjata. Karena itu, dia menyerukan agar seluruh manusia menyebarluaskan kasih sayang atau rahmah sebagai satu-satunya cara untuk mencegah atau menyelesaikan konflik.
"Kalau kita memilih rahmah, kita bisa mulai berbicara tentang keadilan. Karena keadilan bukan sekadar meminta keadilan tapi juga soal keinginan untuk memberikan keadilan kepada pihak lain. Jika orang tidak mempunyai sifat rahmah, dia tidak punya keinginan untuk menciptakan keadilan bagi pihak lain," ujar Yahya Staquf, seperti dilansir dari situs resmi ajc.org.
Dalam pidato pembukaan Forum Globa AJC tersebut, Perdana Menteri Israel mengaku senang dan memuji kehadiran Yahya Staquf di acara itu.
Selain menghadiri acara itu, Yahya - dalam lawatan perdananya ke Israel ini - diminta menyampaikan kuliah umum berjudul Shifting Geopolitical Calculus: From Conflict to Cooperation. Acaranya digelar pada Rabu pekan depan pukul enam waktu setempat di the David Amar Worldwide North Africa Jewish Heritage Center, Yerusalem.
Di hari sama, pada jam 10-12 waktu setempat di Truman Institute Universitas Hebrew, Yahya bakal menyampaikan pandangannya mengenai "Islam Tanpa Kekerasan: Perspektif Indonesia dalam Konflik Palestina-Israel." [fw/al]