Otoritas Palestina menyerukan kepada masyarakat internasional untuk menghukum Israel, karena mengesahkan undang-undang baru yang melegalkan ribuan permukiman Yahudi yang dibangun di atas tanah milik warga Palestina di Tepi Barat.
Ketua perunding Palestina Saeb Erekat menuduh Israel melegalkan pencurian tanah yang melanggar hukum internasional.
Erekat mengatakan langkah berikutnya bagi Palestina adalah mengajukan Israel ke Mahkamah Kejahatan Internasional di Den Haag atas tuduhan melakukan kejahatan perang. Israel juga menghadapi tantangan hukum di dalam negeri.
Pengacara Suhad Bishara dari kelompok hak-hak hukum Israel-Arab Adalah, mengatakan LSM tersebut akan menantang undang-undang baru itu di Mahkamah Agung Israel.
Para ahli hukum mengatakan Pengadilan Tinggi kemungkinan akan membatalkan undang-undang itu karena melanggar hak milik di wilayah pendudukan yang bukan bagian dari negara Israel.
Meskipun ada tantangan hukum, para pendukung undang-undang itu mengatakan, itu merupakan kemenangan untuk klaim atas semua wilayah Israel yang disebut dalam Kitab Suci.
Anggota parlemen sayap kanan Moti Yogev mengatakan kepada Radio Israel bahwa itu adalah "hari bersejarah" bagi demokrasi Israel dan Zionisme.
Undang-undang itu adalah bagian dari rencana besar perluasan permukiman Israel sejak Presiden Donald Trump memegang jabatan bulan lalu, termasuk rencana untuk membangun lebih dari 6.000 rumah baru di wilayahTepi Barat dan Yerusalem timur yang disengketakan.
Parlemen Israel, Knesset melalui pemungutan suara dengan hasil 60 banding 52 memutuskan untuk secara retroaktif melegalisasi 4.000 permukiman Yahudi di tanah swasta Palestina di Tepi Barat -- tanah yang diinginkan oleh warga Palestina untuk menjadi negara mereka pada masa depan. Para anggota parlemen yang beroposisi mengecam undang-undang itu, menyebutnya sebagai aneksasi de-facto atas kawasan Tepi Barat.
Seorang juru bicara Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengatakan undang-undang itu akan "menyebabkan lebih banyak ketidakstabilan dan kekacauan," sedang Organisasi Pembebasan Palestina mengecamnya sebagai "pencurian yang disahkan”. [sp/ds]