JENEWA —
Laporan Dana Populasi PBB (UNFPA) mengatakan 222 juta perempuan di negara berkembang saat ini sulit mendapat kontrasepsi dan layanan-layanan keluarga berencana lain. Laporan itu menyebutkan investasi empat miliar dolar setahun akan menyediakan informasi tentang kehamilan bagi mereka sehingga bisa menyelamatkan nyawa dengan mencegah kehamilan yang tidak direncanakan dan aborsi yang tidak aman.
Selain itu, laporan itu menyebutkan bertambahnya fasilitas keluarga berencana terbukti menjadi investasi ekonomi yang berdaya guna. Negara-negara kaya di Eropa dan Amerika Utara sejak lama meraih apa yang disebut keuntungan memiliki sedikit anak. Laporan itu menyebutkan hal serupa juga berlaku di negara berkembang.
Diane Stewart, Direktur Penerangan dan Hubungan Luar Negeri UNFPA, mengatakan, sepertiga pertumbuhan negara-negara “macan Asia” disebabkan oleh meningkatnya fasilitas keluarga berencana.
“dan untuk bisa memilih jumlah anak dan kapan mulai punya anak. Jadi, itu sangat mengubah cara hidup orang di banyak negara. Mereka bisa panjang umur dan lebih sehat karena keluarga berencana, dan keluarga berencana juga berdampak positif ganda pada pembangunan karena keluarga bisa menambah tabungan, dan meningkatkan investasi dalam pertumbuhan ekonomi,” ujarnya.
Laporan itu mendapati, kesenjangan besar dalam layanan keluarga berencana di sub-Sahara Afrika, di mana sebagian kebutuhan terbesar tak terpenuhi di Afrika Barat. Alat-alat kontrasepsi modern hampir tidak ada di negara-negara, seperti Chad dan Niger.
UNFPA menegaskan, keluarga berencana membantu mengangkat negara-negara keluar dari kemiskinan. Kajian baru-baru ini memperkirakan, ekonomi Nigeria akan tumbuh dengan sedikitnya 30 miliar dolar apabila tingkat kehamilan di negara itu turun dengan satu anak saja dalam 20 tahun mendatang.
Laporan itu menunjukkan akan dibutuhkan sekitar 1,8 miliar dolar setahun untuk menyediakan alat-alat kontrasepsi di negara berkembang. Meski hal ini penting, Stewart mengatakan, juga penting mengatasi kendala-kendala sosial, politik, dan hukum yang menutup jalan untuk memperoleh alat-alat kontrasepsi ini.
Dalam banyak budaya, perempuan didorong untuk punya banyak anak dan menghindar atau mengurangi penggunaan alat-alat kontrasepsi.
Selain itu, laporan itu menyebutkan bertambahnya fasilitas keluarga berencana terbukti menjadi investasi ekonomi yang berdaya guna. Negara-negara kaya di Eropa dan Amerika Utara sejak lama meraih apa yang disebut keuntungan memiliki sedikit anak. Laporan itu menyebutkan hal serupa juga berlaku di negara berkembang.
Diane Stewart, Direktur Penerangan dan Hubungan Luar Negeri UNFPA, mengatakan, sepertiga pertumbuhan negara-negara “macan Asia” disebabkan oleh meningkatnya fasilitas keluarga berencana.
“dan untuk bisa memilih jumlah anak dan kapan mulai punya anak. Jadi, itu sangat mengubah cara hidup orang di banyak negara. Mereka bisa panjang umur dan lebih sehat karena keluarga berencana, dan keluarga berencana juga berdampak positif ganda pada pembangunan karena keluarga bisa menambah tabungan, dan meningkatkan investasi dalam pertumbuhan ekonomi,” ujarnya.
Laporan itu mendapati, kesenjangan besar dalam layanan keluarga berencana di sub-Sahara Afrika, di mana sebagian kebutuhan terbesar tak terpenuhi di Afrika Barat. Alat-alat kontrasepsi modern hampir tidak ada di negara-negara, seperti Chad dan Niger.
UNFPA menegaskan, keluarga berencana membantu mengangkat negara-negara keluar dari kemiskinan. Kajian baru-baru ini memperkirakan, ekonomi Nigeria akan tumbuh dengan sedikitnya 30 miliar dolar apabila tingkat kehamilan di negara itu turun dengan satu anak saja dalam 20 tahun mendatang.
Laporan itu menunjukkan akan dibutuhkan sekitar 1,8 miliar dolar setahun untuk menyediakan alat-alat kontrasepsi di negara berkembang. Meski hal ini penting, Stewart mengatakan, juga penting mengatasi kendala-kendala sosial, politik, dan hukum yang menutup jalan untuk memperoleh alat-alat kontrasepsi ini.
Dalam banyak budaya, perempuan didorong untuk punya banyak anak dan menghindar atau mengurangi penggunaan alat-alat kontrasepsi.