Pemerintah Indonesia menjadi tuan rumah penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi Luar Biasa Organisasi Kerjasama Islam (OKI) pada 6 dan 7 Maret 2016 mendatang.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi di kantor Staf Presiden Jakarta, Rabu (2/3) memastikan, KTT ini akan menghasilkan Deklarasi Jakarta yang berisi kesepakatan bersama negara-negara OKI dalam penyelesaian konkret permasalahan Palestina.
"Di dalam KTT ini nanti akan ada dua dokumen yang akan dihasilkan. Yaitu satu berupa resolusi yang isinya political core dari negara-negara anggota OKI, terhadap isu Palestina Al Quds, Al Syarif. Sementara itu kita juga siapkan Deklarasi Jakarta yang isinya lebih kepada tindak lanjut dari political core," kata Menlu Retno Marsudi.
Retno Marsudi menambahkan, pemerintah Indonesia berharap penyelenggaraan KTT ini bisa menarik perhatian internasional terhadap masalah Palestina. Indonesia juga berharap ada kesatuan langkah bersama di antara kekuatan politik di Palestina dan negara-negara OKI.
"Tentunya kita ingin meletakkan isu Palestina ini kembali ke dalam radar perhatian dunia internasional terhadap masalah Palestina. Karena situasi dunia sedang dalam kondisi dinamis, konflik terjadi di banyak tempat. Yang kedua, harapan akan adanya persatuan. Oleh karena itu di dalam tema KTT ini kita memakai United for a just Solution, adanya persatuan baik dari Palestina itu sendiri maupun dari OKI dalam mendukung penyelesaian masalah Palestina," imbuhnya.
Retno Marsudi menambahkan, Pemerintah Indonesia mengapresiasi kesediaan negara-negara anggota OKI. Berdasarkan perkembangan terakhir, dari 56 anggota OKI, hingga saat ini sudah ada 49 negara yang akan hadir.
Sementara itu dalam kesempatan yang sama pemerhati masalah Timur Tengah, Trias Kuncahyo, menjelaskan bahwa dunia internasional seolah melupakan permasalahan Palestina sejak gelombang revolusi Arab Spring 2011 yang melanda beberapa negara di Timur Tengah mulai dari Tunisia, Mesir, Libya dan terakhir Suriah. Hal inilah yang menurut Trias menjadi sebuah momen yang tepat dalam penyelenggaraan KTT Luar Biasa OKI ini.
Beberapa hal yang menjadi agenda mendesak penyelesaian permasalahan Palestina di antaranya adalah harus adanya persatuan di antara 2 kelompok politik besar di Palestina yaitu Fatah dan Hamas.
"Persoalan pertama adalah persoalan kepemimpinan. Siapa nanti yang akan menggantikan Mahmod Abbas. Yang kedua, kekompakan atau persatuan di Palestina itu sendiri. Sejak kemenangan Hamas dalam pemilu Januari 2006, itu kan sampai sekarang nyaris tidak ada kekompakan sama sekali dengan kelompok Fatah," kata Trias Kuncahyo.
"Sebetulnya pertarungan itu bukan soal masalah wilayah atau pembagian kekuasaan.. pertarungan itu sudah mulai sejak 1987, yang terkait dengan masalah soal cara dalam memperjuangkan kemerdekaan Palestina. Dari segi ideologi mereka beda. Yang Hamas lebih keras sementara Fatah lebih moderat," lanjutnya.
Trias Kuncahyo yang juga wartawan senior harian Kompas menambahkan, persoalan lain yang menjadi titik perhatian utama adalah terkait dengan persoalan mendasar Palestina dengan Israel. Di antaranya adalah soal klaim wilayah Yerusalem, masalah pengungsi dan perbatasan.
"Yerusalem itu tetap menjadi poin penting dalam penyelesaian masalah Palestina. Yerusalem adalah kota yang teramat penting bagi tiga agama Abraham (Nabi Ibrahim) ini. Islam, Kristen dan Katolik. Sejak direbut Israel pada 1967, kota itu diduduki Israel sampai sekarang. Dan diklaim menjadi ibukota Israel. Palestina juga mengklaim wilayah itu. Yang kedua masalah pengungsi. Dan masalah perbatasan," kata Trias. [aw/as]