Setelah Boko Haram menyatakan bertanggung jawab atas pemboman pada Hari Natal yang mengakibatkan sedikitnya 40 orang tewas, Presiden Jonathan mengeluarkan keputusan untuk memulihkan ketertiban di wilayah Utara yang bermasalah.
Ia mengatakan, “Krisis itu dianggap punya dimensi terorisme karena menyerang lembaga-lembaga pemerintah, termasuk gedung PBB dan tempat-tempat peribadatan. Sementara upaya pemecahan masalah terus dilakukan, adalah sangat perlu mengambil tindakan tegas untuk memulihkan keadaan normal di negara ini, khususnya di wilayah-wilayah yang diserang. Karena itulah, dengan menggunakan kekuasaan yang dilimpahkan kepada saya berdasarkan Undang-undang 305, pasal satu konstitusi, saya menyatakan keadaan darurat.”
Dengan adanya kecaman tajam dari warga Nigeria yang beragama Kristen atas apa yang mereka pandang ketidakmampuan pemerintah melindungi mereka, Jonathan juga memperketat pengamanan dengan membentuk pasukan kontra-terorisme dan menutup perbatasan dengan Kamerun, Chad, dan Niger.
“Penutupan sementara perbatasan kita dengan wilayah-wilayah yang diserang merupakan tindakan yang dirancang untuk mengatasi tantangan-tantangan keamanan saat ini dan akan dibuka lagi segera setelah keadaan normal kembali,” ujar Presiden Jonathan.
Penutupan perbatasan itu bisa sangat lama, karena Boko Haram, yang berarti “pendidikan Barat adalah dosa” di Hausa, nampaknya berhasil meningkatkan ketegangan dan kekerasan di antara warga Muslim di Utara dan Kristen di Selatan.
Kekerasan etnis mengakibatkan lebih dari 50 orang tewas hari sabtu dalam bentrokan antara etnis Ezza dan Ezilo di Negara bagian Ebonyi sebelah timur. Kekerasan itu katanya berawal dari sengketa lahan pertanian, masalah keamanan yang sudah lama ada di negara yang sedang menghadapi perkembangan baru.