Pasar saham Asia merosot, Rabu (23/9), setelah sebuah laporan baru menambahkan kekhawatiran atas melambatnya sektor manufaktur penting China.
Aktivitas manufaktur China jatuh ke level terendah dalam lebih dari enam tahun, menurut laporan awal dari indeks Caixin. Laporan tersebut memicu kekhawatiran atas perlambatan ekonomi China, pada saat Beijing berupaya melakukan transisi dari pertumbuhan ekonomi yang didorong oleh ekspor, menuju pertumbuhan ekonomi yang berbasis pada konsumsi domestik.
Hari Rabu (23/9), pasar saham di Shanghai, Hong Kong, Sydney, dan Seoul mengalami penurunan sekitar dua persen pada saat penutupan bursa saham. Penurunan tersebut terjadi setelah aksi penjualan besar-besaran di bursa saham AS dan Eropa.
Para investor juga khawatir tentang kemungkinan terus jatuhnya nilai mata uang yuan China, meskipun Presiden Xi Jinping pada Selasa (22/9) berjanji hal ini tidak akan terjadi.
Berbicara di Seattle pada awal kunjungannya ke AS, Xi mengatakan Beijing berencana untuk membiarkan nilai yuan menyesuaikan diri dengan pasar, dan mengatakan "tidak ada dasar untuk depresiasi terus menerus."
Kebijakan mengejutkan Beijing untuk mendevaluasi yuan bulan lalu dipandang sebagai upaya untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi China, karena akan membuat produk ekspor China jauh lebih murah di pasar luar negeri.
Namun, kebijakan devaluasi juga berisiko memicu perang mata uang regional, karena banyak negara lain yang akan melakukan hal serupa untuk melindungi pasar ekspor mereka. [eis/pp]