Tautan-tautan Akses

Simulasi Pilkada Bagi Penyandang Difabel


Simulasi pemungutan suara bagi pemilih pemula di SLB Tuna Grahita Setya Darma Solo. (Foto: VOA/Yudha)
Simulasi pemungutan suara bagi pemilih pemula di SLB Tuna Grahita Setya Darma Solo. (Foto: VOA/Yudha)

Pemilih pemula penyandang difabel, termasuk tuna grahita menjadi perhatian khusus dalam Pilkada serentak 2018 ini. Tingkat partisipasi pemilih penyandang disabilitas dalam pemilihan kepala daerah serentak 2017 ternyata melonjak hampir tiga kali lipat dari yang tercatat dalam daftar pemilih tetap DPT. Pilkada 2018 ingin menunjukkan kemandirian pemilih pemula penyandang tuna grahita dalam menggunakan hak pilih mereka.

Hak politik difabel di Indonesia dilindungi oleh Pasal 13 huruf g Undang-undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Aturan itu menegaskan kelompok difabel berhak memperoleh akses pada sarana dan prasarana penyelenggaraan pemilihan umum, pemilihan kepala daerah, bahkan pemilihan kepala desa.

Bagi penyandang difabel tuna netra, tersedia template surat suara berhuruf braille, bagi tuna daksa tersedia fasilitas ramp atau jalur khusus kursi roda dan bilik suara, dan sebagainya. Namun, pemilih penyandang tuna grahita atau keadaaan keterbelakangan mental masih membutuhkan perhatian khusus berupa pendampingan.

Ekspresi wajah Wagiyem tampak meneteskan air mata dan mengacungkan jempol di deretan kursi antrian, ketika melihat anaknya selesai mengikuti simulasi pemungutan suara dalam Sosialisasi dan Pendidikan Pemilih Pilgub Jateng 2018 di SLB C Setya Darma, Solo, Jawa Tengah, Jumat (20/4). Kali ini Wagiyem tidak mendampingi anaknya berinsial MRT, yang kini berusia 17 tahun, melakukan simulasi pemungutan suara.

Simulasi pemungutan suara bagi pemilih pemula di SLB Tuna Grahita Setya Darma Solo (Foto: VOA/Yudha)
Simulasi pemungutan suara bagi pemilih pemula di SLB Tuna Grahita Setya Darma Solo (Foto: VOA/Yudha)

​“Ya, rasanya senang sekali, bangga, anak saya bisa simulasi pencoblosan. Anak saya ini umurnya baru 17 tahun. Ini KTP-nya baru saja jadi. Saya yakin anak saya bisa mandiri melakukan pencoblosan saat hari H nanti. Anak saya ini bisa mandiri, ya kadang perlu bantuan, makan saja disuapin. Nulis bisa, tapi tidak bisa urut atau teratur gitu,” kata Wagiyem.

Kepala Sekolah SLB khusus tuna grahita tersebut, Walimin, mengungkapkan dari ratusan siswa di sekolah ini, hampir sepertiganya menjadi pemilih pemula pada Pilkada 2018 ini. Bagi Walimin, mengajarkan pada siswa berkebutuhan khusus ini perlu pengulangan beberapa kali.

“Di sekolah ini, siswa tuna grahita ringan hingga sedang. Sebagian besar siswa di sini berhak memilih atau nyoblos. Kesulitan anak-anak di SLB ini memahami simbol-simbol atau tulisan. Kalau siswa di sini itu, memorinya atau daya ingat perlu dilakukan secara berulang kali. Satu dua kali belum bisa mengerti, itu kalau pelajaran di sekolah, belum tentu bisa. Di sini ada 140an siswa, yang punya hak pilih, usia 17 tahun ke atas, sekitar 40an siswa, tingkat SMA,” kata Walimin.

Dalam simulasi pemungutan suara ini, beberapa kali siswa mengulang urutan atau rangkaian proses pencoblosan. Guru sekolah yang bertugas menjadi penyelenggara pemungutan suara dengan sabar mendampingi siswa mereka hingga bisa mandiri.

Juru bicara Komisi Pemilihan Umum KPU Daerah Solo, Pata Hindra, mengatakan seluruh pemilih penyandang difabel, termasuk tuna grahita, mendapat aksesibilitas hak politik dalam Pilkada 2018. Pata berharap pemilih dari penyandang difabel bisa menggunakan hak pilih mereka secara mandiri, tanpa bantuan atau pendampingan.

“Kita terus melakukan sosialisasi dan pendidikan politik bagi pemilih, termasuk menggandeng berbagai komunitas. Kita kerjasama dengan para penyandang difabel.Kita mengedepankan aksesibilitas. Pemilu/pilkada itu hak semua orang. Saat pemungutan suara, kita berharap setiap pemilih bisa melakukan secara mandiri, tanpa bantuan. Kita sediakan fasilitas meja, bilik suara, tempat pemungutan suara atau TPS, template surat suara huruf braille, dan sebagainya," kata Pata Hindra.

"Selama ini penyandang difabel mendapat pendampingan saat pencoblosan. Semangat para penyandang difabel ini kan mandiri, tidak mau dibantu tetapi di TPS saat pemungutan suara sering mendapat pendampingan,” imbuhnya.

Simulasi Pilkada Bagi Penyandang Difabel
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:05:05 0:00

Data KPU Daerah Solo menunjukkan 1.171 pemilih difabel terdiri dari 279 pemilih tuna daksa, 137 tuna netra, 182 tuna rungu wicara, 215 tuna grahita, dan 258 disabilitas lainnya.

Tingkat partisipasi pemilih penyandang disabilitas dalam pemilihan kepala daerah serentak 2017 jauh di atas jumlah yang tercatat dalam daftar pemilih tetap atau DPT. Peningkatannya mencapai 257,7 persen. Menurut Data Sistem Informasi Perhitungan Komisi Pemilihan Umum dalam Pilkada 2017 lalu ada 50.108 pemilih disabilitas yang masuk daftar pemilih tetap (DPT). Namun saat pemungutan suara jumlah penyandang disabilitas yang datang lebih dari 129 ribu orang. [ys/lt]

Recommended

XS
SM
MD
LG