Buku 'The Golden Wave' melihat dampak tsunami di Asia pada 2004 dan respon global atasnya terhadap komunitas-komunitas yang terkena.
Pada 26 Desember 2004, gempa bumi bawah laut yang dahsyat dekat Sumatra memicu tsunami masif yang menghancurkan daerah-daerah pesisir Samudera Hindia, termasuk Sri Lanka. Bantuan segera mengalir ke tempat-tempat ini, menghasilkan gelombang perubahan mendadak dalam struktur-struktur sosial.
Michele Ruth Gamburd, profesor dan kepala departemen antropologi di Portland State University, negara bagian Oregon, sangat paham dengan situasi di desa kecil Naeaegama di Sri Lanka. Naeaegame berjarak sekitar 80 kilometer ke selatan ibukota Kolombo, dan tempat Gamburd melakukan riset selama bertahun-tahun. Buku terbarunya, The Golden Wave, merupakan hasil dari kunjungannya kembali setelah tsunami.
Berikut adalah kutipan wawancara Jim Stevenson dari VOA dengan Gamburd.
STEVENSON: Tsunami melanda dan kita melihat segala bentuk bantuan mengalir ke daerah ini yang barangkali tidak makmur, meski pariwisata memberi penghasilan. Lalu kita membentuk dinamika-dinamika sosial yang menarik.
GAMBURD: Salah satu yang dilakukan oleh bantuan tadi adalah menggelembungkan status-status sosial secara artifisial. Tsunami mendatangkan banyak bantuan dalam bentuk rumah baru, kapal nelayan baru, sepeda baru, mesin jahit baru, alat masak, kelambu, pakaian dan buku-buk sekolah -- semua hal yang menandai status. Semua orang merasa para penyintas tsunami pantas mendapat pertolongan. Namun mereka juga sedikit khawatir orang-orang yang tidak pantas ditolong mendapat manfaat barangkali sedikit terlalu banyak dari bantuan yang datang.
Ada puisi yang saya dengar dalam beberapa bentuk yang memperlihatkan pemahaman orang mengenai apa yang terjadi dengan bantuan tersebut. "Orang-orang yang berpunya, kehilangan. Orang-orang yang tidak berpunya, mendapat untung." Jadi puisi ini pada dasarnya adalah mengenai kelas, bahwa orang-orang dari kelas menengah yang cukup berpunya kehilangan lebih banyak dari yang mereka terima dari kompensasi. Namun orang miskin yang tidak memilik banyak hal menerima lebih dari yang harta mereka yang hilang. Jadi ada ada pengertian bahwa semua orang jadi "merata" dengan adanya suami.
STEVENSON: Bagaimana bantuan asing tersebut didistribusikan? Apakah diatur oleh lembaga swadaya masyarakat (LSM) atau diberikan ke pemerintah daerah yang kemudian membagikannya?
GAMBURD: Pertanyaan menarik dan merupakan salah satu hal yang menimbulkan keprihatinan di Sri Lanka. Tidak mudah mengatur bantuan ini. Ada banyak donor yang berniat baik yang ingin memberi, dan ada banyak penyintas tsunami yang pantas memberi bantuan. Bagaimana mencocokkan mereka? Bagaimana kita tahu mereka orang-orang yang pantas diberi? LSM khususnya mencari orang-orang lokal yang dapat berbicara bahasa setempat, yang mengerti politik, yang mengenal orang-orang , dan akan membantu menjauhkan dari penipuan.
STEVENSON: Bagaiman desa ini berubah karena tsunami dan bantuan yang mengalir?
GAMBURD: Bagi kebanyakan orang di pesisir barat daya, tsunami sudah selesai. Hidup sudah kembali normal. Saya kira ada perubahan besar di sepanjang pesisir. Dalam proses bantuan dibuat zona pembatas sepanjang 300 meter di pesisir barat daya. Zona ini tidak dapat dibangun sebelumnya. Namun ada masalah mengenai lahan yang paling tepat untuk membangunnya. Pemerintah Sri Lanka saat itu akan membeli lahan tersebut dan menggunakannya untuk rekonstruksi. Lahan yang mereka temukan dengan harga yang terjangkau ternyata kurang sesuai. Zona itu kemudian berkurang dari 300 meter menjadi 100 meter. Semua orang yang rumahnya ada dalam zona 300 meter masih diberi rumah dan tanah di lain tempat. Mereka tidak diberi hak pada tanah tersebut sehingga tidak bisa dijual. Yang terjadi kemudian adalah antara penanda 200 dan 300 meter terjadi pengalihan properti secara masif. Pihak-pihak yang tertarik dan memiliki uang sibuk membeli tanah dari orang yang sudah tinggal di situ bergenerasi-generasi lamanya.
STEVENSON: Anda tinggal di Oregon, sebuah tempat yang banyak orang bilang bisa terjadi tsunami. Apa yang menurut Anda dapat dipelajari dari apa yang terjadi di Sri Lanka untuk memberi kesiapan di Oregon, Sri Lanka atau mana saja?
GAMBURD: Saya rasa media, televisi dan radio, telah melakukan pekerjaan yang sangat baik dalam meningkatkan kesadaran masyarakat akan tsunami, baik di Oregon dan di seluruh dunia. Tsunami besar terakhir terjadi pada 26 Januari 1700. Dan kita tahu ini karena tsunami tersebut merambat ke Pasifik dan menghantam pantai Jepang, sama seperti tsunami Jepang pada 2011 menyebar ke seberang Pasifik dan menghantam beberapa titik di Oregon dan California. Media memperlihatkan bagaimana jika air sebanyak itu mengalir ke pantai dan tempat-tempat lain yang tidak menginginkannya. Saya kira ini peringatan bagi orang-orang yang tinggal di pesisir. Saya kira satu hal lagi yang perlu kita pikirkan adalah bagaimana melibatkan penyintas dalam menyelamatkan diri.
Michele Ruth Gamburd, profesor dan kepala departemen antropologi di Portland State University, negara bagian Oregon, sangat paham dengan situasi di desa kecil Naeaegama di Sri Lanka. Naeaegame berjarak sekitar 80 kilometer ke selatan ibukota Kolombo, dan tempat Gamburd melakukan riset selama bertahun-tahun. Buku terbarunya, The Golden Wave, merupakan hasil dari kunjungannya kembali setelah tsunami.
Berikut adalah kutipan wawancara Jim Stevenson dari VOA dengan Gamburd.
STEVENSON: Tsunami melanda dan kita melihat segala bentuk bantuan mengalir ke daerah ini yang barangkali tidak makmur, meski pariwisata memberi penghasilan. Lalu kita membentuk dinamika-dinamika sosial yang menarik.
GAMBURD: Salah satu yang dilakukan oleh bantuan tadi adalah menggelembungkan status-status sosial secara artifisial. Tsunami mendatangkan banyak bantuan dalam bentuk rumah baru, kapal nelayan baru, sepeda baru, mesin jahit baru, alat masak, kelambu, pakaian dan buku-buk sekolah -- semua hal yang menandai status. Semua orang merasa para penyintas tsunami pantas mendapat pertolongan. Namun mereka juga sedikit khawatir orang-orang yang tidak pantas ditolong mendapat manfaat barangkali sedikit terlalu banyak dari bantuan yang datang.
Ada puisi yang saya dengar dalam beberapa bentuk yang memperlihatkan pemahaman orang mengenai apa yang terjadi dengan bantuan tersebut. "Orang-orang yang berpunya, kehilangan. Orang-orang yang tidak berpunya, mendapat untung." Jadi puisi ini pada dasarnya adalah mengenai kelas, bahwa orang-orang dari kelas menengah yang cukup berpunya kehilangan lebih banyak dari yang mereka terima dari kompensasi. Namun orang miskin yang tidak memilik banyak hal menerima lebih dari yang harta mereka yang hilang. Jadi ada ada pengertian bahwa semua orang jadi "merata" dengan adanya suami.
STEVENSON: Bagaimana bantuan asing tersebut didistribusikan? Apakah diatur oleh lembaga swadaya masyarakat (LSM) atau diberikan ke pemerintah daerah yang kemudian membagikannya?
GAMBURD: Pertanyaan menarik dan merupakan salah satu hal yang menimbulkan keprihatinan di Sri Lanka. Tidak mudah mengatur bantuan ini. Ada banyak donor yang berniat baik yang ingin memberi, dan ada banyak penyintas tsunami yang pantas memberi bantuan. Bagaimana mencocokkan mereka? Bagaimana kita tahu mereka orang-orang yang pantas diberi? LSM khususnya mencari orang-orang lokal yang dapat berbicara bahasa setempat, yang mengerti politik, yang mengenal orang-orang , dan akan membantu menjauhkan dari penipuan.
STEVENSON: Bagaiman desa ini berubah karena tsunami dan bantuan yang mengalir?
GAMBURD: Bagi kebanyakan orang di pesisir barat daya, tsunami sudah selesai. Hidup sudah kembali normal. Saya kira ada perubahan besar di sepanjang pesisir. Dalam proses bantuan dibuat zona pembatas sepanjang 300 meter di pesisir barat daya. Zona ini tidak dapat dibangun sebelumnya. Namun ada masalah mengenai lahan yang paling tepat untuk membangunnya. Pemerintah Sri Lanka saat itu akan membeli lahan tersebut dan menggunakannya untuk rekonstruksi. Lahan yang mereka temukan dengan harga yang terjangkau ternyata kurang sesuai. Zona itu kemudian berkurang dari 300 meter menjadi 100 meter. Semua orang yang rumahnya ada dalam zona 300 meter masih diberi rumah dan tanah di lain tempat. Mereka tidak diberi hak pada tanah tersebut sehingga tidak bisa dijual. Yang terjadi kemudian adalah antara penanda 200 dan 300 meter terjadi pengalihan properti secara masif. Pihak-pihak yang tertarik dan memiliki uang sibuk membeli tanah dari orang yang sudah tinggal di situ bergenerasi-generasi lamanya.
STEVENSON: Anda tinggal di Oregon, sebuah tempat yang banyak orang bilang bisa terjadi tsunami. Apa yang menurut Anda dapat dipelajari dari apa yang terjadi di Sri Lanka untuk memberi kesiapan di Oregon, Sri Lanka atau mana saja?
GAMBURD: Saya rasa media, televisi dan radio, telah melakukan pekerjaan yang sangat baik dalam meningkatkan kesadaran masyarakat akan tsunami, baik di Oregon dan di seluruh dunia. Tsunami besar terakhir terjadi pada 26 Januari 1700. Dan kita tahu ini karena tsunami tersebut merambat ke Pasifik dan menghantam pantai Jepang, sama seperti tsunami Jepang pada 2011 menyebar ke seberang Pasifik dan menghantam beberapa titik di Oregon dan California. Media memperlihatkan bagaimana jika air sebanyak itu mengalir ke pantai dan tempat-tempat lain yang tidak menginginkannya. Saya kira ini peringatan bagi orang-orang yang tinggal di pesisir. Saya kira satu hal lagi yang perlu kita pikirkan adalah bagaimana melibatkan penyintas dalam menyelamatkan diri.