Burundi tetap mengadakan pemilihan parlemen hari Senin (29/6), meskipun ada boikot dari oposisi dan kritik dari PBB dan Uni Afrika, mempertanyakan azas bebas dan adil pemungutan suara itu.
Petugas keamanan dikerahkan besar-besaran di seluruh ibukota, Bujumbura, tetapi suara tembakan dan setidaknya satu ledakan granat terdengar di kota itu. Tidak ada laporan korban luka.
Namun, pemungutan suara digambarkan berlangsung lambat dengan hanya beberapa orang tampak di tempat pemungutan suara.
Kepala Uni Afrika Nkosazana Dlamini Zuma prihatin atas apa yang disebutnya "situasi politik dan keamanan yang serius" di Burundi. Pengamat Uni Afrika tidak ikut memantau pemilu hari Senin itu.
Zuma mengatakan Uni Afrika, PBB dan badan-badan regional tadinya meminta Burundi menunda pemungutan suara itu hingga 30 Juli bersamaan pemilihan presiden yang kini dijadwalkan 15 Juli. Ia mengatakan Burundi berada pada "fase penting sejarahnya" dan gejolak politik yang berlangsung "berimplikasi serius bagi perdamaian dan keamanan" di negara dan wilayah itu.
Keputusan Presiden Pierre Nkurunziza mencalonkan diri untuk masa jabatan ketiga memicu kudeta yang gagal bulan lalu dan kritik berkelanjutan dari orang-orang yang menilai ia melanggar konstitusi mengenai batasan dua masa jabatan. Mahkamah Konstitusi Burundi telah menetapkan ia memenuhi syarat karena ia pertama kali dipilih tahun 2005 oleh parlemen, bukan oleh rakyat.