Inggris, Uni Eropa Limbung Susul Krisis Brexit

Suasana di London pasca kemenangan referendum Brexit (25/6).

Menteri Luar Negeri Amerika John Kerry berada di Eropa untuk mengikuti pertemuan darurat hari Senin (27/6) di Brussels dan London.

Menteri Luar Negeri Amerika John Kerry hari Senin (27/6) berada di Eropa untuk mengikuti pertemuan darurat berkenaan dengan hasil referendum Inggris untuk keluar dari Uni Eropa.

“Hal terpenting adalah kita semua sebagai pemimpin bekerja sama untuk sebanyak mungkin menyiapkan kesinambungan, stabilitas, kepastian agar pasar memahami bahwa ada cara-cara untuk meminimalkan kekacauan, ada cara-cara untuk secara cerdas melangkah maju dalam upaya melindungi nilai-nilai dan kepentingan kita bersama,” kata Menlu AS John Kerry.

Di London, Kerry akan menghadapi situasi politik yang berubah. Perdana Menteri David Cameron dari partai Konservatif mengumumkan pengunduran dirinya hari Jumat, dan ada seruan yang kian besar di partai Buruh yang beroposisi agar pemimpinnya, Jeremy Corbyn, mengundurkan diri.

Corbyn dipersalahkan karena gagal menggalang dukungan di dalam partai Buruh untuk mencegah keluarnya Inggris dari Uni Eropa, yang dikenal dengan sebutan Brexit.

“Menurut pendapat saya, pemimpin baru Partai Konservatif akan perlu menyelenggarakan pemilihan umum untuk mendapatkan mandat baru pada musim gugur ini. Pertanyaan besar yang harus dijawab Jeremy adalah apakah dia benar-benar yakin dialah pemimpin yang tepat bagi partai kita dalam pemilu tersebut, terutama dalam konteks monumentalnya tugas rumit untuk merundingkan negosiasi Brexit ini,” kata Stephen Kinnock, anggota parlemen dari Partai Buruh.

Menteri Pertama Skotlandia Nicola Sturgeon, salah seorang politisi paling proaktif di sebelah selatan maupun utara Ingris, mencela para pemimpin politik Inggris yang ia sebut tidak kompeten dalam wawancara hari Minggu dengan televisi BBC.

“Kacau sama sekali dan benar-benar memalukan. Pada waktu segenap kerajaan Inggris membutuhkan kepemimpinan, bahkan kemungkinan membutuhkannya lebih daripada masa setelah perang, partai Konservatif dan partai Buruh malah melepaskan tanggungjawab, mereka membuat kecewa rakyat di seluruh Inggris, di seluruh kerajaan Inggris dan saya melihatnya dengan ngeri, ini memalukan dan mereka perlu menata diri,” kata Sturgeon.

Sturgeon juga bersikukuh bahwa parlemen Skotlandia memiliki kewenangan untuk memveto Brexit dengan menolak menyetujuinya. Skotlandia memutuskan dengan suara mayoritas dalam referendum hari Kamis lalu untuk tetap menjadi anggota Uni Eropa.

Sturgeon telah memperingatkan bahwa ia akan menjajaki semua opsi untuk membuat Skotlandia tetap menjadi anggota blok itu, termasuk dengan mengupayakan kemungkinan mengadakan referendum kemerdekaan ke-dua.


Sebuah petisi untuk mengulangi referendum itu telah mengumpulkan lebih dari tiga juta tanda tangan, hampir pasti akan mengundang debat di parlemen yang kemungkinan besar akan menyelesaikan keretakan-keretakan mengenai Brexit di dalam partai Buruh dan Konservatif.

Sementara itu, mata uang Inggris, pound, nilainya semakin merosot terhadap dolar Amerika hari Senin (27/6), dan bursa saham Asia menunjukkan reaksi beragam. Indeks Nikkei Jepang naik lebih dari dua persen setelah merosot hampir delapan persen pada hari Jumat.

Anggota-anggota Uni Eropa menyerukan pemutusan keanggotaan Inggris dengan segera. Akan tetapi Cameron telah mengisyaratkan bahwa perundingan mengenai Brexit baru akan berlangsung setelah ia meninggalkan jabatannya pada bulan Oktober.

Ketua Parlemen Eropa Martin Schulz hari Minggu mengatakan, suatu periode transisi akan “mengarah ke ketidakamanan yang lebih besar.”

Cameron diperkirakan akan bertemu para pemimpin dari 27 anggota Uni Eropa lainnya dalam suatu KTT di Brussels hari Selasa.

Brexit juga membuat partai Buruh Inggris bergejolak. Meskipun semakin banyak seruan agar Jeremy Corbyn mengundurkan diri karena dianggap gagal menggalang dukungan untuk menolak Brexit, ketua partai Buruh itu Minggu mengeluarkan pernyataan bahwa ia tidak akan mundur.

Mantan walikota London Boris Johnson, salah seorang tokoh yang mengampanyekan Brexit, menghadapi kritik dari lawan-lawannya yang mengatakan ia tidak punya rencana menangani krisis yang muncul dengan keputusan untuk keluar dari Uni Eropa itu. Namun Johnson menyatakan dalam kolomnya di Daily Telegraph bahwa konsekuensi negatif referendum telah dibesar-besarkan. Ia mengatakan Inggris akan menjalin “hubungan yang baru dan lebih baik dengan Uni Eropa, berdasarkan perdagangan bebas dan kemitraan, bukannya berdasarkan sistem federal.”

Keputusan mendukung Brexit oleh hampir 52 persen pemilih yang menginginkan Inggris keluar dari Uni Eropa mengungkapkan perpecahan mendalam di kalangan rakyat Inggris. Yang paling menyolok adalah para pemilih muda yang menginginkan Inggris tetap menjadi anggota Uni Eropa, sementara kalangan pemilih yang berusia lebih tua menginginkan hal sebaliknya. [uh/ab]