Presiden Joko Widodo mengatakan ada beberapa pihak yang menginginkan situasi berjalan normal tanpa adanya kebijakan pengetatan pada saat Natal dan Tahun Baru (Nataru). Ia menegaskan bahwa kebijakan penerapan PPKM level-3 secara nasional pada 24 Desember 2021-2 Januari 2022 ini diperlukan untuk mencegah ledakan kasus COVID-19 akibat adanya peningkatan mobilitas selama liburan panjang tersebut.
Maka dari itu, Jokowi ingin agar setiap kepala daerah bisa mengedukasi masing-masing warganya dengan baik, terkait dengan kebijakan tersebut.
“Tapi kita harus ingat, bahwa apapun utamanya pariwisata di Bali, memang terdampak paling dalam, tetapi juga perlu dijelaskan apabila situasi tidak terkendali justru akan memukul balik ekonomi dan pariwisata kita,” ungkap Jokowi dalam Rapat Terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (22/11).
Menurutnya, berbagai intervensi di lapangan tetap harus dilakukan. Apalagi Indonesia akan menjadi tuan rumah berbagai acara penting bertaraf internasional seperti G20. Maka dari itu, situasi pandemi COVID-19 di Tanah Air tetap harus terkendali.
Selain PPKM level 3, Jokowi juga meminta kepada Menteri Kesehatan untuk memastikan kesiapan seluruh rumah sakit apabila memang terjadi lonjakan kasus COVID-19 setelah liburan Nataru. Selain itu, ia juga menginstruksikan agar target vaksinasi COVID-19 pada akhir tahun sebesar 70 persen bisa tercapai.
Tidak lupa Jokowi juga mengingatkan kepada para kepala daerah untuk bisa menyeimbangkan antara kebijakan pengetatan dan kegiatan aktivitas sosial masyarakat. Menurutnya, hal ini penting untuk memulihkan perekonomian nasional.
“Agar disampaikan kepada gubernur, bupati dan wali kota untuk menyeimbangkan betul-betul gas dan rem sehingga kita bisa mempertahankan momentum (ekonomi) untuk tumbuh positif. Kita tahu di kuartal-II tumbuh 7,07 persen, di kuartal III tumbuh 3,51 persen, dan kita harapkan di kuartal IV lebih baik dari kuartal III, ” jelasnya.
Mutasi Varian Delta
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, pihak Kemenkes sudah menemukan lebih dari 25 mutasi varian Delta secara nasional. Temuan ini, kata Budi, diperoleh dari hasil penelusuran whole genome sequencing (WGS).
"Di Indonesia sendiri, mutasi dari varian Delta itu sudah lebih dari 25, baik anaknya Delta atau cucunya Delta sudah terjadi mutasi di Indonesia," ungkap Budi.
Menurutnya, hal ini harus diwaspadai karena lonjakan kasus konfimasi positif COVID-19 di Eropa pada saat ini disebabkan oleh varian Delta.
Budi juga melaporkan, berbagai negara yang sudah pernah mengalami kenaikan kasus akibat varian Delta sebelumnya masih belum mengalami ledakan kasus yang siginfikan, termasuk Indonesia.
BACA JUGA: Epidemiolog UGM Duga 80 Persen Penduduk RI Sudah Terinfeksi Varian Delta“Banyak negara yang sudah pernah terkena Delta sampai sekarang masih landai,” ujar Budi.
Ia mencontoh India yang dulu pernah mencapai infeksi varian Delta, saat ini masih kasus COVID sudah melandai sesudah 195 hari. Demikian pula Afrika Selatan, Indonesia, Maroko dan Jepang.
“Tapi kita juga melihat ada satu negara, yaitu Sri Lanka, yang sudah pernah kena Delta sekarang sudah mulai ada kenaikan,” jelas Budi.
Untuk di Indonesia sendiri, ujar Budi, ada beberapa daerah yang mengalami kenaikan kasus. Namun, ia tekankan kenaikan kasus tersebut masih dalam batas aman dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Ia menyebut Kabupaten Fakfak di Papua Barat, dan Kabupaten Purbalingga di Jawa Tengah tengah mengalami kenaikan kasus selama empat minggu berturut-turut. Kemudian Lampung Utara juga mengalami kenaikan kasus selama tiga minggu berturut-turut, dan ada 16 kota lain yang juga mengalami kenaikan kasus selama dua minggu beruntun.
“Jadi kurang lebih ada 19 kota yang kita monitor secara ketat, kita surveillance secara ketat, karena ada kenaikan kasus walaupun masih kecil lebih dari dua minggu,” tuturnya.
Setelah diselidiki, kata Budi, kenaikan kasus di 19 kota tersebut salah satunya terjadi karena adanya penurunan dari strategi 3T, terutama pada tracing dan testing. Pelacakan terhadap kontak erat pasien COVID-19 di kota-kota tersebut, lanjutnya, sangat rendah, sehingga penularan tidak dapat dicegah. Maka dari itu, ia mengimbau kepada semua pemimpin daerah untuk selalu meningkatkan strategi 3T dan mendislipinkan masyarakat untuk selalu menerapkan protokol kesehatan. Ini semua dilakukan untuk mencegah terjadinya gelombang ketiga COVID-19.
BACA JUGA: Pakar: Sejumlah Variabel Tentukan Dampak Gelombang Ketiga COVID-19Dalam kesempatan ini, Budi juga menyebut laju vaksinasi COVID-19 cenderung melambat. Menurutnya, hal ini terjadi karena stok vaksin COVID-19 buatan Sinovac sudah menipis sehingga masyarakat tidak mau divaksin dengan merek lain yang tersedia. Kembali, Budi mengingatkan kepada masyarakat agar segera divaksin dengan merek yang tersedia, karena sudah terjamin keamanan vaksin tersebut.
PPKM Level 3 Tidak Efektif
Ahli Epidemiologi dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman, memandang penerapan PPKM level-3 secara nasional pada masa periode liburan Nataru tidak tepat. Menurutnya, penerapan PPKM per level di setiap daerah pada saat ini sudah tepat untuk dijalankan pada masa liburan panjang ini, tetapi bisa ditambah dengan pengetatan untuk tidak melakukan perayaan Nataru yang menimbulkan banyak keramaian.
“Ya PPKM-nya sesuai level yang ada saja sekarang. Karena asumsinya pemerintah sudah menyajikan datanya secara benar sehingga misalnya suatu daerah memang layak di level 1. Itu saja jadi acuan, tapi ada tambahan pengetatan, seperti larangan adanya keramaian misalnya dalam konteks selama periode Nataru,” ungkapnya kepada VOA.
Memasuki tahun kedua pandemi COVID-19, ujar Dicky, masyarakat dipastikan sudah ingin beraktivitas normal meskipun memang masih harus ada pembatasan. Maka dari itu, dengan adanya kebijakan pengetatan selama periode Nataru tersebut berpotensi untuk tidak dijalankan oleh masyarakat sehingga dampaknya tidak akan efektif.
“Capaian keberhasilan pelandaian ini kan bukan karena hanya karena pemerintah. Yang paling besar perannya kan masyarakat. Mereka ini sudah berusaha mencapai level PPKM 1 supaya bisa mendapat insentif atau setidaknya kelonggaran perayaan misalnya walaupun terbatas. Itu kan satu reward yang harusnya mereka dapat,” tegasnya.
Your browser doesn’t support HTML5
Dicky juga mengingatkan kepada pemerintah, strategi penerapan PPKM level 3 di Tanah Air selama periode Nataru tersebut juga tidak akan efektif, apabila strategi 3T dan vaksinasi COVID-19 serta penegakan protokol kesehatan 5M menurun. Ia mencontohkan jumlah testing, tracing, dan vaksinasi yang dilakukan oleh pemerintah seringkali menurun saat adanya liburan panjang. [gi/ah]