Kemerosotan Ekonomi Rusia Jadi Ancaman Global

Tanda Bank VTB di Moskow.

PDB Rusia telah berkurang setengahnya dalam nilai dolar, menjadi setara dengan Meksiko dan Indonesia sebagai ekonomi terbesar ke-15 dunia.

Krisis finansial Rusia yang tiba-tiba terus meningkat berisiko meluas ke luar dari batas-batas negaranya dan membahayakan bagian-bagian ekonomi global.

Dengan sudah terpuruknya ekonomi-ekonomi di Eropa, Jepang, China dan Amerika Latin, ancaman-ancaman baru telah muncul dari mata uang Rusia yang loyo, langkah negara itu untuk secara dramatis meningkatkan suku bunga, bahwa dari jatuhnya harga minyak dan sanksi-sanksi Barat atas aksi Rusia di Ukraina.

Kejatuhan rubel sebanyak 10 persen yang mengkhawatirkan dalam dua hari terakhir telah memperkuat gejolak ekonomi di Rusia. Para investor takut Rusia akan menunggak pinjaman asing, yang dapat mengakibatkan ratusan miliar kerugian bagi para peminjam di luar negeri.

Beberapa analis juga khawatir ketegangan-ketegangan akan terus meningkat antara Rusia dan Amerika Serikat serta sekutu-sekutu Eropanya yang memberlakukan sanksi.

Gedung Putih meningkatkan tekanan Selasa (16/12) ketika Presiden AS Barack Obama berkomitmen menyetujui sanksi-sanksi tambahan.

Banyak pihak melihat Presiden Vladimir Putin tidak bergeming.

Konsekuensi-konsekuensi keuangan dari Amerika Serikat mungkin tidak besar karena status ekonomi Rusia yang sudah menurun. Namun risiko-risiko geopolitis dapat menyebar ke benua-benua lain.

Rusia memulai tahun sebagai ekonomi terbesar ke delapan di dunia, dengan PDB US$2,1 triliun, menurut Bank Dunia. Rubel sekarang berharga kurang dari dua sen, kehilangan sekitar 50 persen nilainya melawan dolar sejak Januari.

Hal itu berarti PDB Rusia telah berkurang setengahnya dalam nilai dolar, setara dengan Meksiko dan Indonesia sebagai ekonomi terbesar ke-15 dunia.

Para pejabat Rusia telah memproyeksikan bahwa ekonomi mereka akan menciut hampir 5 persen tahun depan. Hal itu akan mempengaruhi mitra-mitra perdagangan di Eropa dan Asia.

Rusia mengimpor sekitar $324 miliar dalam bentuk barang setiap tahun, terutama dari China, Jerman, Ukraina, Belarus dan Jepang. Impor-impor itu telah jauh lebih mahal karena kejatuhan rubel.

Satu risiko global potensial datang dari Rusia yang ingin membalas dendam atas sanksi-sanksi dengan meningkatkan serangan dunia maya melawan target-target Amerika Serikat dan memberlakukan langkah-langkah lebih agresif di Ukraina dan negara-negara tetangga lainnya.

Tidak sperti kejatuhan rubel pada 1998, Rusia sepertinya tidak akan menerima bantuan dari Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia, organisasi-organisasi yang didukung oleh Amerika Serikat dan sekutu-sekutu Eropanya yang yakin Rusia telah mengirim bantuan langsung pada pemberontak di Ukraina.

Sendirian dan terisolasi, Rusia mungkin akan memilih untuk menunggak beberapa utangnya. Peminjam asing harus siap menghadapi kerugian $670 miliar.

Kemungkinan ini telah memicu investor mundur dari Rusia. Namun kemunduran ini juga telah memicu investor-investor untuk lari dari pasar-pasar baru yang dianggap berisiko. Mereka termasuk Turki, Brazil, Afrika Selatan dan Indonesia, menurut ekonomis di Capital Economics.

Harga-harga minyak adalah faktor utama yang akan menentukan kedalaman masalah Rusia dan konsekuensi-konsekuensinya untuk pasar finansial global. Jika minyak terus jatuh, gejolak finansial dan geopolitis akan memburuk di Rusia. (AP)