Omicron Meluas, Pemerintah Kaji Masa Karantina Jadi 14 Hari

Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. (Foto: Courtesy/Kemenko Marves)

Varian baru COVID-19 Omicron semakin luas. Pemerintah memperpanjang masa karantina bagi pelaku perjalanan luar negeri menjadi 14 hari.

Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan pemerintah akan mengkaji opsi perpanjangan masa karantina bagi pelaku perjalanan luar negeri (PPLN) dari 10 hari menjadi 14 hari. Hal tersebut, menyusul terdeteksinya kasus omicron di tanah air, dan semakin meluasnya Omicron di 90 negara.

“Pemerintah mengimbau masyarakat untuk tidak melakukan perjalanan ke luar negeri karena begitu parahnya keadaan sekarang mengenai Omicron di seluruh dunia. Oleh karena itu, kami memutuskan sangat mempertimbangkan untuk meningkatkan masa karantina menjadi 14 hari jika penyebaran varian Omicron semakin meluas. Jadi saya mohon kita semua menahan diri, kita jangan ingin mengulangi masa yang begitu mencekam pada Juli ini,” ungkap Luhut dalam telekonferensi pers di Jakarta, Senin (20/12).

Seiring dengan perkembangan yang terjadi, Luhut menjelaskan pemerintah menambah daftar negara yang dilarang masuk ke Indonesia yakni Inggris, Norwegia dan Denmark. Selain itu, pemerintah menghapus Hong Kong yang sebelumnya ada dalam daftar tersebut.

BACA JUGA: Omicron Meluas, Pemerintah Imbau Masyarakat Tidak Berlibur ke Luar Negeri

Lebih jauh, ia mengatakan masih banyak hal yang perlu diteliti lebih lanjut terkait varian Omicron . Berdasarkan penelitian awal, katanya memang terlihat bahwa varian ini menyebar lebih cepat dibandingkan dengan varian delta. Meskipun gejala yang ditimbulkan cenderung ringan, namun risiko peningkatan perawatan di rumah sakit sangat dimungkinan seperti yang terjadi di Inggris.

“Berita baiknya, sampai saat ini tingkat kematian karena Omicron masih terlihat rendah, tetapi kita dapat berita dari Amerika Serikat, belum boleh mengenyampingkan hal tersebut, karena kemungkinan (kematian) itu juga bisa tinggi,” tuturnya.

Kasus COVID-19 di Indonesia Masih Terkendali

Meskipun kasus pertama COVID-19 varian Omicron telah terdeteksi di fasilitas karantina Wisma Atlet, sejauh ini kasus COVID-19 di Tanah Air masih cukup terkendali. Tepat hari ini, kata Luhut Indonesia sudah melewati 157 hari masa krisis sejak puncak kasus varian delta pada Juli lalu.

Angka reproduksi virus, kata Luhut, sampai saat ini masih di bawah satu. Selain itu, khusus untuk di Jawa dan Bali kasus aktif dan tingkat perawatan di rumah sakit akibat COVID-19 masih menunjukkan tren penurunan.

“Tapi ingat, angka ini masih bisa melonjak dalam waktu satu minggu saja. Pengalaman kita pada Juli lalu,” katanya.

Para penumpang mengenakan pakaian pelindung di bandara Soekarno-Hatta sementara pemerintah memperpanjang masa karantina 14 hari bagi pendatang dari luar negeri (foto: ilustrasi).

Pemerintah akan memantau secara ketat perebakan Omicron, baik di dalam dan di luar negeri. Pihaknya sampai saat ini, Indonesia masih akan menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masayarakat (PPKM) per level sebagai basis pengetatan kegiatan masyarakat.

Namun, Luhut mengaku akan melakukan sejumlah pengetatan apabila penyebaran Omicron semakin merajarela. Ia mencontohkan, pemerintah akan mulai melakukan pengetatan kegiatan masyarakat jika kasus COVID-19 mencapai minimal 2.700 kasus per hari.

BACA JUGA: Omicron Masuk Indonesia, Jokowi Minta Semua Warga Segera Divaksinasi COVID-19

“Tetapi kami akan mulai melakukan pengetatan ketika kasusnya melebihi 500 dan 1.000 kasus per hari. Pengetatan lebih jauh akan dilakukan ketika tingkat perawatan rumah sakit dan tingkat kematian nasional maupun provinsi kembali mendekati threshold level 2,” jelasnya.

Pemerintah katanya juga akan terus memonitor pergerakan masyarakat di dalam negeri seiring dengan liburan panjang Natal dan Tahun Baru. Pemerintah daerah setempat diminta untuk kembali menggalakkan testing dan pelacakan serta penggunaan aplikasi PeduliLindungi yang sudah turun penggunaan mingguannya ke level 74 persen.

Menkes Klaim Varian Omicron Belum Menyebar ke Level Komunitas

Menkes Budi Gunadi Sadikin (Foto: Biro Setpres RI)

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyatakan kasus pertama varian Omicron yang terdeteksi pada pegawai kebersihan di fasilitas karantina Wisma Atlet pada 8 Desember lalu, berasal dari warga Indonesia yang baru tiba dari Nigeria pada 27 November yang sedang melakukan karantina di Wisma Atlet. Dengan begitu, ia cukup yakin bahwa penularan Omicron belum terjadi pada level komunitas masyarakat.

“Jadi sudah terbukti bahwa semua kasus yang ada di Indonesia adalah imported cases. Kasus yang masuk dari luar negeri. yang pertama adalah yang datang dari Nigeria, pada tanggal 27 November dan ini menunjukkan bahwa semua kasus terjadi di karantina, bisa kita tangkap di karantina, sampai saat ini belum ada yang menyebar ke luar,” ungkap Budi.

Dalam kesempatan ini, Budi memaparkan bahwa sebaran kasus Omicron di dunia semakin meluas dari semula 7.900 pada dua minggu lalu, menjadi 62.342 kasus pada pekan lalu. Jumlah negara yang mendeteksi Omicron juga bertambah dari 72 menjadi 90 negara.

BACA JUGA: Gerakan Antivaksin COVID-19 Bisa Menjadi Ancaman Kesehatan Global

Saat ini pusat episentrum varian Omicron terdapat di Eropa yakni Inggris dengan 37 ribu kasus, disusul Denmark, Norwegia, kemudian Afrika Selatan dan Amerika Serikat.

Kembali Budi mengimbau kepada masyarakat yang sama sekali belum mendapatkan vaksinasi COVID-19 untuk segera divaksin, guna meminimalisir tingkat keparahan dan kematian akibat perebakan varian Omicron.

“Kami mengimbau agar masyarakat mempercepat vaksinasi untuk menghadapi kemungkinan masuknya Omicron ke komunitas lokal, dan tolong vaksinasi kita yang paling banyak yang sekarang datang adalah Pfizer dan AstraZeneca, tidak usah pilih vaksin tipe apa, langsung divaksinasi saja,” tegasnya.

Your browser doesn’t support HTML5

Omicron Meluas, Pemerintah Kaji Masa Karantina Jadi 14 Hari


Vaksin Booster COVID-19

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengaku masih menggodok mekanisme pelaksanaan vaksin penguat (booster) COVID-19 yang rencananya akan dimulai pada tahun depan.

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto (Foto: Biro Setpres)

Airlangga mengatakan, pemerintah masih melakukan revisi dari Peraturan Presiden (Perpres) dan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) terkait hal ini.

“Dan proses ini sedang dilakukan kajian dosis ketiga dari beberapa produsen antara lain Pfizer, Sinovac, AstraZeneca yang sedang berproses di Badan POM,” ungkap Airlangga.

Lanjutnya, sesuai arahan dari Presiden Jokowi, pemerintah juga akan mempersiapkan vaksin Merah Putih yang dikembangkan oleh BUMN dan Baylor College of Medicine AS. Selain itu, vaksin COVID-19 yang merupakan kerja sama antara Universitas Airlangga dengan Biotis Pharmaceutical, kemudian Kalbe Farma dengan Genexine hingga vaksin Nusantara juga bisa menjadi pilihan masyarakat dalam program vaksin booster ini.

“Ini akan segera dimatangkan dan disiapkan regulasinya termasuk regulasi daripada harga masing-masing vaksin tersebut,” pungkasnya. [gi/em]