PM Inggris Boris Johnson Rabu (28/8) dituduh melakukan sebuah “skandal konstitusional” dengan minta Ratu Elizabeth II untuk menunda parlemen selama sebulan, sehingga mempersulit usaha partai oposisi dan anggota Konservatif pembrontak yang hendak menggagalkan rencana Brexit.
Ratu Elizabeth memberi persetujuan setelah sebuah delegasi para menteri bertemu dengannya.
BACA JUGA: Ratu Inggris akan Terseret Kemelut Brexit?Langkah mengejutkan ini, yang menambah keruwetan drama Brexit yang mengancam tatanan negara itu, memicu kemarahan dari pemimpin partai pro-Uni Eropa dan oposisi. Mereka menuduh Johnson melancarkan kudeta terhadap parlemen dengan mengucilkan kekuatan parlemen untuk melakukan pengawasan dan perdebatan.
Penghentian kegiatan Parlemen, merupakan sebuah formalitas konstitusional dimana parlemen diliburkan untuk beberapa hari, umumnya pada musim gugur, menjelang pidato ratu di hadapan parlemen.
Ketua dari House of Commons, John Bercow, melancarkan sebuah serangan sengit terhadap PM Boris Johnson.
“Menutup parlemen merupakan pelanggaran terhadap proses demokratik dan hak anggota parlemen berperan sebagai wakil rakyat,” katanya.
Dia menambahkan, “Bagaimanapun ini dikemas, sudah nyata bahwa maksud langkah ini adalah menghentikan parlemen memperdebatkan Brexit serta melaksanakan tugasnya dalam membentuk arah negara ini.”
Langkah ini akan mempersingkat waktu parlemen untuk memblokir Inggris dari langkah meninggalkan Uni Eropa tanpa kesepakatan dengan Brussels, sesuatu yang telah dijanjikan Boris Johnson kalau dia tidak berhasil mencapai persetujuan baru. Juga hal ini memberi anggota parlemen waktu sedikit untuk merampungkan Brexit sebelum tenggat waktu 31 Oktober. (jm/em)