Pemerintah akan Lebih Aktif Arahkan Ekonomi Ramah Lingkungan

  • Iris Gera

Energi tenaga surya, salah satu alternatif sektor energi ramah lingkungan yang bisa dikembangkan di Indonesia sebagai negara tropis (foto: ilustrasi).

Menurut Menteri Negara Perencanaan dan Pembangunan Nasional/ Kepala Bappenas, Armida Alisyahbana butuh kesadaran masyarakat untuk menghasilkan dan menggunakan produk dalam negeri ramah lingkungan.

Dalam pembukaan seminar tentang Green Economy di Jakarta, Selasa Menteri Negara PPN/Kepala Bappenas, Armida Alisyahbana mengakui butuh waktu panjang untuk mewujudkan produk ramah lingkungan karena dibutuhkan pula kesadaran masyarakat dan pelaku usaha. Selain itu ditambahkan Menteri Armida, kebijakan pemerintah harus sinergi antar kementerian terkait agar upaya mewujudkan green economy dapat dicapai.

Armida Alisyahbana mengatakan, “Tentu ya pelaksanaan green economy secara efektif memerlukan perubahan paradigma dan perilaku, bagaimana merumuskan mulai dari konsep secara lebih terintegrasi, sistematis sampai nanti ke kebijakannya, ke programnya dan melibatkan seluruh stakeholder, pembangunan berkelanjutan itu sesungguhnya juga sudah diupayakan, di mainstream kan ke dalam kebijakan-kebijakan program, dalam hal apa? (Ada) tiga hal, yang pertama aspek ekonomi sosial lingkungan, yang kedua juga direpresentasikan di dalam penggunaan indikator indeks kualitas lingkungan hidup, yang ketiga, indikator membaiknya kualitas pembangunan dari segi keberlanjutan.”

Dalam kesempatan sama, pelaksana harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia atau YLKI, Husna Zahir berpendapat, selama angka kemiskinan di Indonesia tinggi maka green economy sulit dicapai. Menurutnya jika kebutuhan dasar masyarakat yaitu pangan dan tempat tinggal terpenuhi maka berbagai persoalan terkait upaya pencapaian green economy akan diperhatikan masyarakat namun jika kebutuhan dasar masih sulit terpenuhi maka persoalan green economy menjadi hal yang tidak penting.

“Konsumen itu juga butuh apa sih untuk supaya dia bisa melakukan konsumsi yang berkelanjutan, disini mungkin point nya adalah kita nggak cuma bicara produk-produk ramah lingkungan dan lain-lain tapi yang paling pokok adalah memastikan kebutuhan dasar masyarakat itu terpenuhi, jangan kita bicara lingkungan, bicara low carbon dan yang lain-lain tapi ada hal lain masyarakat yang belum terpenuhi kebutuhan dasarnya pun itu kemudian terabaikan, nah bagaimana kemudian pemerintah itu juga bisa menjadi contoh dalam kebijakan (ramah lingkungan ini),” demikian menurut Husna Zahir.

Husna Zahir menambahkan, YLKI juga giat memberi pendidikan masyarakat soal produk ramah lingkungan.

Ia mengatakan, “Untuk pendidikan konsumen sendiri sebetulnya kita arahkan lebih bagaimana menjadi konsumen yang bertanggungjawab, kita tidak hanya cuma bicara kualitas, bicara fungsi produk tapi mulai memikirkan lebih jauh lagi, gimana sih sebetulnya dampak dari pola konsumsi kita terhadap unsur-unsur yang lain, nah ini hal yang tidak mudah menurut kami karena itu butuh kesadaran sosial disitu selain kemudian kita bicara misalnya dalam memilih produk kita lihat juga itu perusahaanya benar apa nggak dari aspek sosial atau buruhnya, kelingkungannya apa yang diberlakukan, idealnya sebetulnya konsumen sudah mulai diajak berpikir kesitu sebelum memutuskan produk apa yang dia beli.”

YLKI menurut Husna Zahir berharap kebijakan pemerintah yang terkenal dengan pro poor, pro job, pro growth dan pro environment jangan hanya sekedar slogan namun betul-betul diimplementasikan agar kemiskinan berkurang dan masyarakat semakin terdidik untuk lebih peduli terhadap lingkungan sekaligus semakin terbiasa dalam menggunakan produk-produk ramah lingkungan.