Pemerintah Cari Solusi soal Pembangunan Smelter Freeport

  • Iris Gera

Lokasi tambang PT. Freeport-McMoran di operasi tambang Grassberg, Papua (foto: dok).

Menko Perekonomian Sofyan Djalil mengatakan, meski pemerintah berharap Freeport membangun pabrik pengolahan dan pemurnian atau smelter di Papua, pemerintah juga tidak ingin menyulitkan investor.

Menurut Menteri ESDM, Sudirman Said, dalam waktu dekat ia akan melihat lokasi dimungkinkannya Freeport membangun smelter, baik Papua maupun di Gresik, Jawa Timur.

Usai sidang kabinet di Istana Negara di Jakarta hari Rabu (4/2), Menko bidang Perekonomian Sofyan Djalil menjelaskan berbagai isu terkait perekonomian dibahas bersama Presiden Joko Widodo.

Menko Perekonomian menegaskan, pro dan kontra terkait rencana Freeport membangun smelter, pemerintah terus berupaya mencari solusi terbaik. Menko menilai pembangunan smelter di Gresik yang diinginkan Freeport memang beralasan karena sudah tersedianya infrastruktur, namun keinginan Pemda dan masyarakat Papua agar smelter dibangun di Papua juga beralasan.

Meski diakui Sofyan Djalil bahwa pada dasarnya pemerintah ingin Freeport membangun smelter di Papua, agar tercipta pemerataan ekonomi dan tidak hanya terpusat di Pulau Jawa seperti terjadi selama ini, pemerintah juga tidak ingin menyulitkan investor.

Menko Bidang Perekonomian Sofyan Djalil (foto: dok).

“Pemerintah tidak mengarahkan tetapi yang menjadi masalah adalah tantangan pemerintah bagaimana membangun infrastruktur dasar, bangun smelter kan ada infrastruktur, listrik, pelabuhan dan lain-lain karena investor itu kalau misalkan semua dia harus bangun sendiri menjadi masalah, barangkali itu yang merupakan tantangan bagi kita, dalam rangka pembangunan wilayah memang lebih senang kalau pembangunan itu tersebar lebih banyak di luar Jawa, pemerintah senang sekali kalau smelter itu bisa dibikin di Papua, di mana mineralnya dekat,” papar Sofyan.

Menko Sofyan Djalil menambahkan, yang juga perlu diketahui oleh Freeport, dimanapun nantinya smelter dibangun, pemerintah akan memberi keringanan, termasuk keringanan pembayaran pajak untuk masa tertentu atau tax holiday.

“Itu kawasan industri ya diberikan dukungan, apalagi kalau industri pioneer itu bahkan dapat tax holiday segala,” ujarnya.

Pada kesempatan sama Menteri ESDM, Sudirman Said menegaskan, untuk membuka kebuntuan antara kesanggupan Freeport membangun smelter di Gresik dan tuntutan Pemda serta masyarakat Papua agar smelter dibangun di Papua, secepatnya akan diselesaikan pemerintah. Dalam waktu dekat Menteri ESDM akan berkunjung ke Gresik serta ke Papua, dan pemerintah berharap Freeport justeru membangun smelter di dua lokasi tersebut.

“Itu yang harus dicari solusi, kita akan terus berdiskusi dengan Freeport maupun Pemda (Papua), tadi malam saya ketemu gubernur, besok ketemu para bupati untuk mencari solusi yang disepakati bersama, tergantung kesanggupan dari Freeport, tentu saja kita tidak boleh menyimpang dari peraturan, tugas pemerintah mencari keseimbangan, mungkin dalam satu-dua minggu saya akan ke lokasi untuk melihat, siapa tahu dua-duanya nanti ya,” kata Sudirman Said.

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyampaikan penjelasan kepada pers di Jakarta, Rabu 4/2 (foto: VOA/Iris Gera).

Sementara, dalam keterangannya kepada pers mengenai hasil pembicaraan dalam sidang kabinet, Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo menjelaskan, pembahasan diantaranya mengenai permintaan Pemda Papua kepada pemerintah pusat agar anggaran Otonomi Khusus atau Otsus dievaluasi.

Selain itu, Pemda Papua juga meminta agar pemerintah pusat mengevaluasi bagi hasil industri yang berasal dari sumber daya alam Papua.

“Papua tetap menginginkan adanya evaluasi daripada Otsus Papua berkaitan dengan masalah kewenangan pemerintahan dan juga masalah pembiayaan anggaran, pada sektor mana yang menjadi skala prioritas pembangunan masyarakat yang ada di Papua, yang diminta oleh Papua yang menyangkut sumber daya alam,” jelas Tjahjo.

Dalam RAPBN 2015, pemerintah mengalokasikan anggaran Otsus sebesar Rp 16,5 trilyun diantaranya untuk Provinsi Papua dan Papua Barat sebesar Rp 8,5 triilyun serta untuk Provinsi Aceh sebesar Rp 8 trilyun.