Pemerintah Optimistis Mampu Batasi Penggunaan BBM Bersubsidi

  • Iris Gera

Pemerintah akan menerapkan pembatasan penggunaan bahan bakar minyak (BBM) mulai tahun depan (foto: dok).

Pemerintah mulai uji coba proses pembatasan penggunaan bahan bakar minyak atau BBM bersubsidi yang rencananya akan resmi diterapkan tahun depan.

Uji coba diawali dengan memasang radio identifikasi di angkutan umum agar dapat terdeteksi jika angkutan umum menggunakan BBM bersubdisi secara berlebih. Menurut Dirjen Minyak dan Gas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral atau ESDM, Evita Legowo diharapkan uji coba dapat berjalan lancar hingga ke daerah-daerah.

Kepada pers di Jakarta, Sabtu, Evita Legowo menjelaskan target uji coba pemasangan radio identifikasi hingga akhir 2011 akan diterapkan pada angkutan umum di Jawa dan Bali. Meski diakui akan ada beberapa masalah yang akan ditemui di tengah proses uji coba namun pemerintah akan tetap melaksanakan program pembatasan penggunaan BBM bersubsidi untuk menekan beban anggaran dan menekan kuota penggunaan BBM bersubsidi dari 40 juta kilo liter tahun ini menjadi 38 juta kilo liter tahun depan.

Evita Legowo mengatakan, “Kita akan pelajari lagi, kita baru satu sisi, nah ini kan akan kita cek kembali justru gunanya kita coba di 2011 nanti kita akan tambahkan selain yang sekarang ini ada.”

Menanggapi upaya pemerintah untuk menekan beban subsidi dan menekan kuota pengunaan BBM bersubisi, Wakil Menteri ESDM yang baru saja dilantik, Wijayono Partowidagdo menilai langkah tersebut sebagai upaya yang perlu didukung.

Namun, ia mengingatkan persoalan minyak dalam negeri juga harus diatasi dengan cara fleksibel menentukan harga dan kuota dalam anggaran negara. Ia memberi contoh harus ada strategi agar pemerintah bias dengan cepat mengubah anggaran negara sesuai fluktuasi harga minyak yang terjadi secara global.

Langkah tersebut menurutnya untuk memperbanyak kegiatan eksplorasi minyak agar produksi minyak dalam negeri dapat terus bertambah.

“Sebaiknya fiskal di Indonesia itu fleksibel kayak di negara lain, di Australia itu kalau return-nya di bawah 25 persen itu pakai pajak biasa, tetapi kalau di atas itu penambahannya aja itu pakai pajak tambang, pajak tambang lebih tinggi dari pajak biasa, kalau di Malaysia itu pakai revenue over cost, kalau itu kecil bagian pemerintahnya kecil karena kan biayanya mahal, tetapi kalau revenue over cost nya besar ya kayak di Indonesia, tapi akibatnya orang nggak takut disana untuk mengusahakan minyak atau gas karena kalau nemuinnya kecil itu nggak terlau telak itu ruginya, akibatnya mereka berani, tapi disini karena takut nemuinnya kecil akibatnya nggak ada eksplorasi,” papar Wijayono Partowidagdo.

Sementara, menurut pengamat kebijakan publik dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Agus Pambagio seharusnya pemerintah tidak harus terlampau banyak menerapkan kebijakan terkait BBM bersubsidi karena yang dibutuhkan hanya sikap tegas pemerintah. Ia menilai pemerintah tidak berdaya mengatasi para spekulan minyak dan pada akhirnya penggunaan BBM bersubsidi sulit ditekan.

“Dalam deal bisnis itu begitu banyak uang, kenapa kita tidak bisa bangun kilang, kenapa kita tahan terus subsidi karena ada orang yang jual minyak ke Singapura di impor ke Indonesia, orangnya itu-itu juga, nah jadi kita cuma perlu ketegasan,” tegas Agus Pambagio.

Jika mengacu pada kuota penggunaan BBM bersubsidi tahun ini, sebanyak 40 juta kilo liter maka beban anggaran negara yang terpakai sekitar Rp 121 triliun dan semula tahun depan anggaran tersebut akan naik menjadi Rp 123 trilyun.

Dengan dilakukannya pembatasan penggunaan BBM bersubsidi tahun depan, maka anggaran negara diharapkan dapat dihemat sekitar Rp 5 triliun menjadi Rp 118 triliun.