Sejumlah Pemimpin Dunia Minta Bangladesh Hentikan Kasus Hukum terhadap Ekonom Muhammad Yunus

Ekonom Bangladesh dan pemenang Hadiah Nobel Perdamaian 2006 Muhammad Yunus berpose di Paris pada 10 Oktober 2016. (Foto: AFP)

Pemerintah Bangladesh mengatakan sebuah surat yang ditandatangani oleh lebih dari 170 tokoh dunia yang menyuarakan keprihatinannya terhadap peraih Nobel dan perintis pinjaman mikro, Muhammad Yunus, merupakan intervensi asing yang tidak diinginkan. Surat tersebut mengutuk apa yang digambarkan oleh para penandatangan sebagai "pelecehan peradilan yang terus menerus" terhadap Yunus dan menyerukan penangguhan proses peradilan yang sedang berlangsung terhadapnya.

Para penandatangan surat tertanggal 27 Agustus termasuk lebih dari 100 penerima Nobel, di antaranya mantan Presiden AS Barack Obama. Ada pula mantan Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton, mantan Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon, serta para artis, pejabat terpilih, dan para pemimpin bisnis dan masyarakat sipil, juga terdaftar.

Surat yang ditujukan kepada Perdana Menteri Sheikh Hasina itu diterbitkan dalam edisi internasional The New York Times pada Kamis (31/8) dalam bentuk iklan satu halaman penuh. Surat tersebut menggarisbawahi keprihatinan atas "ancaman terhadap demokrasi dan hak asasi manusia" di Bangladesh, menjelang pemilihan umum yang akan diselenggarakan pada Januari.

Karyawan Grameen Bank berjalan di depan potret peraih Nobel Muhammad Yunus di Dhaka, 8 Maret 2011. (Foto: Reuters)

Peraih Nobel Perdamaian Dinilai Jadi Saingan Politik

Yunus, yang berusia 83 tahun, dianggap berjasa dalam mengangkat jutaan orang dari kemiskinan melalui kepeloporannya dalam memberikan pinjaman mikro lewat Grameen Bank, yang didirikannya pada 1983 bagi mereka yang tidak dapat menggunakan bank konvensional. Ia memenangkan Hadiah Nobel Perdamaian pada 2006 untuk karya pembangunan akar rumputnya di Bangladesh.

Meskipun pada awalnya Hasina memuji hasil kerja Yunus dan Grameen Bank, ia mengubah sikapnya setelah melihat Yunus sebagai saingan dalam dunia politik.

Yunus diberhentikan dari dewan direksi Grameen Bank pada 2011. Selama beberapa tahun terakhir ini, ia telah menghadapi 166 gugatan perdata dan dua kasus pidana yang berkaitan dengan perusahaan bisnis yang didirikannya. Dalam salah satu kasus kriminal yang melibatkan perusahaan Grameen Telecom, komisi antikorupsi mendakwanya dengan tuduhan pencucian uang. Sementara dalam kasus kriminal yang terpisah, sebuah lembaga pemerintah lain menuduhnya melakukan pelanggaran hukum perburuhan di perusahaan tersebut.

BACA JUGA: Bangladesh akan Selidiki Bank Grameen dan Afiliasinya

Pengacaranya, Abdullah Al-Mamun, Sabtu (2/9) mengatakan kepada VOA, tuduhan pelanggaran hukum perburuhan yang dilayangkan kepada Yunus dalam satu kasus oleh pemerintah adalah pelanggaran perdata berdasarkan Undang-Undang Perburuhan Bangladesh; tetapi pemerintah mengajukannya sebagai kasus pidana. Ditambahkannya, persidangan telah "dipercepat sedemikian rupa sehingga kami tidak diberi waktu yang cukup untuk menyampaikan argumen kami di pengadilan." "Dalam situasi seperti itu, kami khawatir dia tidak akan mendapatkan pengadilan yang adil," ujarnya.

Surat 100-an Tokoh Dunia Soroti Dua Pemilu di Bangladesh

Surat yang diterbitkan di The New York Times menunjukkan bahwa "dua pemilu nasional sebelumnya pada 2004 dan 2018 tidak memiliki legitimasi," dan menambahkan bahwa "sangat penting" agar pemilu nasional mendatang berlangsung "bebas dan adil."

Surat tersebut juga menegaskan keprihatinan mereka tentang kasus yang menimpa Yunus. "Kami dengan hormat meminta Anda untuk segera menangguhkan proses peradilan yang sedang berlangsung terhadap Prof. Yunus... Kami yakin bahwa peninjauan ulang menyeluruh atas kasus-kasus antikorupsi dan hukum perburuhan yang dituduhkan kepadanya akan menghasilkan pembebasannya," demikian petikan surat tersebut.

Peraih Nobel dan perintis pinjaman mikro, Muhammad Yunus, bersalaman dengan mantan Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton. (Foto: Reuters)

Pemerintahan Hasina Persilakan Kirim Pakar Hukum Lihat Kasus Yunus

Pemerintah Hasina bereaksi tajam terhadap surat tersebut. Dalam konferensi pers di Dhaka, Jumat (1/9), Hasina mengatakan pemerintah tidak akan terpengaruh oleh surat tersebut. "Kasus-kasus (terhadap Yunus) sedang berlangsung di pengadilan. Peradilan sepenuhnya independen. Kami tidak memiliki wewenang untuk mengintervensi kasus-kasus ini. Mengapa pernyataan ini dibawa dari luar negeri yang meminta kami untuk menarik kasus-kasus tersebut?" ujarnya.

Lebih jauh Hasina mengatakan para penulis surat bersama tersebut seharusnya mengirimkan para ahli hukum mereka, termasuk pengacara, untuk melihat sendiri mengapa Yunus didakwa. "Saya mengundang mereka ke sini untuk memverifikasi dokumen-dokumen kasus tersebut dan melihat apakah dia telah didakwa secara salah. Saya tidak dapat memahami bagaimana mereka ingin agar kasus hukum Yunus ditangguhkan lewat pernyataan seperti itu," katanya. [em/rs]