Tradisi Kenduri Lintas Agama di Gereja Ganjuran

  • Munarsih Sahana

Ratusan warga dari dusun-dusun sekitar Gereja Ganjuran mengikuti kenduri bersama lintas iman, Kamis (21/6/18) (foto: VOA/Munarsih Sahana)

Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus di Ganjuran Bantul Yogyakarta melaksanakan tradisi kenduri bersama lintas agama-agama untuk memperingati hari ulang tahun ke-94 gereja yang didirikan oleh keluarga Belanda pemilik pabrik gula di daerah itu,Kamis (21/6/18).

Ketika matahari mulai condong ke barat, hari Kamis ((21/6) sekitar pukul 4 sore, ratusan orang dewasa yang mayoritas laki-kali duduk bersila diatas tikar yang digelar pada rerumputan dan lapangan di komplek gereja Hati Kudus Tuhan Yesus yang dipenuhi pepohonan yang rindang di desa Ganjuran kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Hadirin dengan latar belakang agama dan kepercayaan yang berbeda-beda tersebut berasal dari dusun-dusun sekitar gereja Ganjuran yang datang untuk mengikuti kenduri memperingati ulang tahun ke-94 keberadaan gereja Katolik ditengah masyarakat yang plural di sekitarnya.

Dipandu seorang pembawa acara berbahasa Jawa, mereka melaksanakan kenduri dan berdoa bersama dipimpin oleh 6 pemuka agama berbeda.

Agama Islam diwakili oleh Warsito yang kebetulan ketua RT setempat, Kristen oleh Pendeta Suharjono dari GKJ desa tetangga Jodog, agama Hindu oleh Wagimin, dari aliran kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa oleh Heri Sujoko, dan dari agama Katolik oleh FX Tugiono.

Bupati Bantul Suharsono mengajak seluruh warga yang hadir agar senantiasa menjaga persaudaraan dan kerukunan umat beragama serta merawat keragaman dengan cinta kasih guna mencapai kesejahteraan bersama di Bantul yang kaya akan potensi alam.

Bupati juga menawarkan kepada pengurus Paroki Ganjuran mengajukan permohonan bantuan sedikit keuangan kepada pemerintah setempat karena komunitas agama-agama lainnya sudah mendapatkan bantuan.

Kepada VOA Suharsono menegaskan, ia berkomitmen merangkul semua penganut agama di wilayahnya.

Bupati Bantul Suharsono (mengangkat tangan, berdoa) hadir pada kenduri lintas iman di gereja Ganjuran sementara Warsito (memegang mikrofon) memimpin doa mewakili ummat Islam (foto VOA/Munarsih Sahana)

“Saya ingin merangkul semua penganut agama yang sesuai perundangan ada di Indonesia yang wajib menghargai dan menghormati. Walaupun banyak hambatan untuk mewujudkannya saya tidak akan mundur kalau agama tersebut diakui oleh pemerintah Indonesia, wajib kita hargai. Walaupun saya didemo atau dapat masukan-masukan, tetapi keputusan mutlak dilaksanakan kalau itu berdasarkan peraturan yang ada,” ujar Suharsono.

Your browser doesn’t support HTML5

Tradisi Kenduri Lintas Agama Di Gereja Ganjuran

Bupati Suharsono juga merujuk pada peristiwa awal tahun 2017 lalu ketika ia menolak desakan masyarakat agar mencopot Yulius Suharta sebagai camat Pajangan karena beragama Katolik.

“Untuk mengangkat seseorang menduduki suatu jabatan kan tidak ada larangan : pejabat ini dilarang karena dia non-Muslim, kan tidak ada. Jadi (waktu itu) saya lakukan tes psikologi, assessment (penilaian) sesuai dengan aturan dan ternyata ia nilainya paling tinggi. Ternyata hasil kerjanya juga bagus. Jadi kalau sudah keputusan tidak bisa diganggu gugat, kalau sudah sesuai aturan yang ada. Pokoknya saya bekerja sesuai aturan, ternyata ya tidak apa-apa, saya tidak melanggar,” imbuh Suharsono.

Windu Kuntoro, panitia rangkaian acara peringatan ulang tahun ke-94 Gereja Ganjuran menyebutkan, tradisi Kenduri lintas iman di gereja Ganjuran sudah dilaksanakan selama bertahun-tahun. Kebersamaan dengan masyarakat sekitar yang berbeda agama juga sudah terbangun sejak lama.

“Sudah lama sekali terbangun hubungan harmonis dengan semua agama disini dan itu menjadi agenda kita dan selalu menjadi berkat dalam kenduri ini. Lalu memberikan berkat ini untuk seluruh masyarakat yang ada di sekitar gereja Ganjuran. Ini adalah wajah yang sesungguhnya bahwa kita menjadi berkat bagi sesamanya tanpa melihat perbedaan apapun. Masyarakat hidup rukun dengan gereja ini, mereka bekerja di sekitar gereja, membuka warung, romo kami juga memiliki hubungan yang sangat baik dengan RT setempat, membangun komunikasi dengan tokoh-tokoh NU, tokoh Muhammadiyah, saling menngunjungi dan setiap tahun kita kenduri bersama,” ujar Windu Kuntoro.

Gereja Ganjuran didirikan tahun 1924 oleh keluarga Belanda pemilik pabrik gula, Joseph dan Julius Schmutzer untuk kebaktian keluarga maupun pegawainya. Sejak awal, Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran mengadopsi budaya lokal yaitu budaya Jawa sebagai bagian dari tata cara ibadah agama Katholik meski tetap mengikuti aturan dari Vatikan.

Di komplek gereja seluas 2,5 hektar itu dibangun candi setinggi 10 meter yang mencerminkan kepercayaan orang Jawa pada harmoni utara dan selatan yang digambarkan dengan pintu masuk gereja. Sedangkan patung Yesus dan Maria digambarkan sebagai penguasa dan guru Jawa dan diukir dengan motif Batik.

Esti Wijayati, anggota Komisi X DPR RI yang ikut hadir pada kenduri bersama lintas agama mengatakan, ia berharap rasa takut atau khawatir karena masih adanya perselisihan antar pengikut agama-agama bisa hilang dengan belajar dari tradisi kenduri di gereja Ganjuran.

“Setidaknya dengan acara kenduri bersama ini kita punya harapan besar. Dari gereja Ganjuran akan tersiar meluas ke seluruh Indonesia betapa kebersamaan yang dibangun atas dasar persaudaraan, kebhineka-tunggal-ikaan ini menjadi berkah dan karunia bagi bangsa Indonesia membangun bersama republik ini. Sehingga kekhawatiran yang mungkin muncul atau masih ada mengenai bagaimana kelompok yang satu tidak memberi ruang kepada kelompok lain ini akan hilang,” jelas Esti Wijayati. [ms/ab]