Ketika mengalami demam dan batuk-batuk pada bulan Maret kemarin, Juno (bukan nama sebenarnya), tidak menyangka dirinya terkena virus corona. Setelah berulangkali melakukan pemeriksaan ke dokter dan minum obat, kondisi Juno malah terus menurun. Dia pun harus dirawat di salah satu rumah sakit swasta di Jakarta.
“Saya konsul lagi sama dia (dokter paru), terus dia melihat keadaan saya, dia langsung nawarin saya untuk rawat inap. Nah kondisi saya waktu itu mau tanda tangan aja tuh udah gemetaran,” kisahnya kepada VOA.
BACA JUGA: Mampukah Indonesia Menghadapi Pandemi Covid-19?Dokter sempat mengambil sampel usap rongga hidung dan tenggorokan Juno guna memastikan apakah ia terjangkit virus corona atau tidak. Namun setelah 10 hari dirawat di rumah sakit, kondisi Juno berangsur-angsur membaik. Dia pun pulang.
Ketika sudah menjalani aktivitas normal, Juno justru mendapatkan hasil tes swab-nya positif. Dokternya menyarankan dia isolasi di rumah dan minum obat.
"Cuma dalam hati kecil saya tuh kayak bilang saya harus bertemu dengan pihak yang betul-betul memang ditunjuk sebagai pihak yang kompeten. Bukan saya nggak percaya sama dokter paru, cuma memang saya perlu mendapatkan dari yang memang kompeten saja,” ujar Juno mengisahkan pergulatannya.
Inisiatif ke Wisma Atlet
Setelah mendapat berbagai masukan, pria asal Jakarta Selatan itu memberanikan diri datang langsung ke Wisma Atlet di Kemayoran, yang menjadi rumah sakit darurat COVID-19 sejak Maret. Dia sudah langsung membawa koper dan ransel. Juno harus meyakinkan petugas keamanan bahwa dirinya memang positif corona sebelum akhirnya diperbolehkan masuk. Di dalam Wisma, dokter yang memeriksanya langsung memerintahkan karantina.
“Ya sudah ya memang saya sudah siap ya lahir batin untuk dikarantina 14 hari, secara persiapan juga saya sudah bawa koper segala macem, ya udah saya okein,” imbuhnya. Juno pun menunjukkan hasil scan thorax, tes darah, dan surat konfirmasi positif corona.
BACA JUGA: Pandemi Virus Corona Meluas, Jumlah Orang Miskin BertambahPasien dan Perawat Saling Dukung
Juno resmi menjalani karantina pada Jumat (17/4) malam. Dia ditempatkan di dalam sebuah unit Wisma Atlet. Unitnya berisi dua kamar tidur, ruang tamu, dapur, dan kamar mandi. Di unit tersebut, dia tinggal bersama pasien lain yang tinggal di kamar tidur kedua.
Juno menceritakan, dalam satu lantai, ada 50-an pasien yang dijaga dua perawat. Makan dan kudapan disediakan bagi pasien. Para pasien hidup mandiri dan sesekali dikunjungi dokter.
“Sudah kayak lagi di rumah aja. Ngepel, cuci piring atau cuci baju. Kebetulan saya sudah bawa peralatannya juga kayak sabun cuci piring, deterjen cair, jadi nggak ada kendala yang berarti,” jelasnya.
Para pasien dan perawat membuat grup percakapan Whatsapp untuk saling berkomunikasi. Juno mengatakan, mereka saling memberikan semangat dan bercanda.
“Beberapa orang yang memang suka ngelawak juga. Ini orang kenapa ya saya bilang, tapi ya itu bikin warna tersendiri buat kita,” ujarnya sambil terkekeh.
Memasuki karantina hari ke-5, Juno mengatakan kebutuhan para pasien terpenuhi dengan baik. Menurutnya, rumah sakit darurat di Wisma Atlet tidak seseram yang dibayangkan masyarakat.
Pesan Juno: Jangan Keras Kepala
Sementara bagi masyarakat umum, Juno berpesan untuk mengikuti anjuran kesehatan seperti memakai masker. Dia mengingatkan agar tidak menganggap remeh COVID-19.
"Saya lihat yang keras kepala dan nggak mau tahu. Kan ada tuh orang-orang yang seperti itu, dia pikir tenang-tenang aja, virus itu ada yang bilang isu saja atau hoaks. Tolong dipikirin lagi,” tegasnya.
Kepada yang ketakutan, Juno menganjurkan untuk tidak takut memeriksakan diri ke dokter.
"Selama kita belum mengalami gejala yang parah, ke dokter aja dulu. Kayak saya waktu itu awal-awal masih bisa jalan ke dokter. Jadi nggak perlu panik, tapi kita perlu waspada," tutupnya. [rt/em]