Para perempuan pegawai pemerintah kota Kabul telah diberitahu untuk tinggal di rumah saja, dan hanya mengijinkan mereka yang berada dalam posisi yang tidak dapat digantikan oleh laki-laki untuk terus melanjutkan pekerjaan mereka. Hal ini disampaikan Wali kota sementara Kabul Hamdullah Namony hari Minggu (19/9).
“Dari 2.930 pekerja di pemerintah kota Kabul, 27% adalah perempuan. Kami memiliki pekerja perempuan di tingkat distrik, staf lokal di kantor-kantor distrik, wakil direktur distrik dan bahkan ada insinyur-insinyur perempuan di kantor urusan anggaran/pendapatan. Pada awalnya kami mengatakan semua perempuan dapat terus bekerja, tetapi kemudian Emirat Islam memutuskan pekerja perempuan seharusnya berhenti bekerja dulu,” ujar Namony.
Ditegaskannya, semua pegawai perempuan telah diperintahkan untuk tinggal di rumah, menunggu keputusan lebih lanjut.
BACA JUGA: Aktivis Khawatirkan Keberadaan Perempuan di Bawah Kendali TalibanPengecualian dibuat untuk perempuan yang bekerja di bidnag yang tidak dapat digantikan oleh laki-laki, termasuk di sebagian departemen desain dan teknik, serta petugas toilet umum khusus perempuan.
“Ada sebagian pekerjaan yang tidak dapat digantikan karena profesi mereka, misalnya yang bekerja di departemen desain, arsitektur, dan elektronik; maka mereka dapat terus melanjutkan pekerjaan seperti biasa. Tetapi secara umum, mereka yang dapat digantikan oleh laki-laki maka hingga seluruh situasi normal kembali, kami minta mereka tinggal di rumah dan gaji mereka akan tetap dibayar penuh.”
Keputusan untuk mencegah sebagian besar perempuan dalam pemerintahan kota Kabul kembali bekerja merupakan isyarat lain bahwa Taliban, yang menduduki Kabul 15 Agustus lalu, menegakkan interpretasi yang keras tentang Islam, meskipun awalnya berjanji bahwa mereka akan toleran dan inklusif.
Dalam pemerintahan Taliban sebelumnya pada era 1990an, Taliban telah melarang anak perempuan dan perempuan untuk bersekolah, bekerja dan terlibat dalam kehidupan politik. [em/ka]