Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton dan Kepala Uni Eropa Catherine Ashton menyatakan telah jenuh dengan pemimpin-pemimpin Suriah dan janji reformasi mereka dan mengisyaratkan akan adanya sanksi-sanksi baru dan tindakan untuk menghukum Suriah dalam waktu dekat.
Dalam temu pers di Sekretariat Deplu AS, keduanya menyatakan cemas mengenai berbagai laporan tentang jumlah korban dalam bentrokan antara pasukan keamanan Suriah dan para demonstran.
Baik AS maupun Uni Eropa telah memberlakukan sanksi terhadap pejabat-pejabat Suriah yang terlibat dalam kekerasan, tetapi belum mengarahkan tindakan langsung terhadap Presiden Bashar al-Assad.
Ashton mengatakan ia telah berbicara dengan Menlu Suriah, Walid al-Muallim minggu lalu dan mengatakan pemerintah Suriah perlu memanfaatkan kesempatan yang hampir habis untuk mengadakan perubahan. “Kalau pemerintah benar-benar ingin membuat perubahan, sekaranglah saatnya. Saya pikir kita semua paham situasinya sangat serius dan kita harus mempertimbangkan segala opsi. Saya pikir akan ada berbagai tindakan dalam beberapa jam dan beberapa hari mendatang," ujarnya.
Clinton mengatakan setuju dengan pernyataan Ashton dan akan mengambil langkah lebih lanjut dalam hari-hari mendatang untuk menghadapi tindakan keras Suriah, yang menurut Clinton telah menewaskan hampir 1000 orang. Ia mengatakan, “Suriah telah menggunakan taktik terburuk dari sekutunya, Iran, dan menolak aspirasi dari rakyatnya sendiri. Presiden Assad berbicara mengenai reformasi, tetapi penumpasan yang brutal tersebut menunjukkan niatnya yang sebenarnya.
Sementara itu, Ashton telah menjadi penengah dalam upaya menarik Iran agar membicarakan program nuklirnya kembali dengan negara-negara besar dunia. Ashton and Clinton mengungkapkan kekecewaan mereka mengenai surat dari Iran pada awal bulan ini tentang syarat untuk kembali ke meja perundingan, Clinton mengatakan Iran harus berunding tanpa syarat.
Ashton mengatakan ia ingin melihat pembicaraan baru, tapi tak berharap itu akan terjadi dalam waktu dekat mengingat persyaratan Iran tersebut.
Pertemuan terakhir antara Iran dan lima anggota tetap DK PBB dan Jerman yang disebut P-Five_Plus-One terjadi Januari lalu di Istanbul.