Koalisi masyarakat sipil yang terdiri dari sejumlah LSM dan akademisi meminta kepolisian menghentikan proses penyidikan terhadap kasus yang menjerat seorang dosen dan aktivis HAM Robertus Robet. Polisi menjerat Robet dengan Pasal 207 KUHP tentang penghinaan terhadap penguasa atau badan hukum di Indonesia. Robet sebelumnya ditangkap pada Kamis (7/3) dini hari terkait orasinya yang menyorot rencana penempatan prajurit aktif TNI di jabatan sipil pada aksi Kamisan pada 28 Februari 2019.
Direktur Eksekutif Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asfinawati mengatakan, dalam aksi tersebut, Robet tidak berniat menghina institusi TNI. Menurutnya, orasi yang dilakukan Robert justru untuk mendorong TNI profesional. Kata dia, penempatan TNI pada jabatan-jabatan sipil akan mengganggu profesionalitas TNI seperti pada masa Orde Baru.
"Ini adalah bentuk kecintaan Robet. Jadi di dalam video itu ada, dia mengatakan karena kami mencintai TNI, artinya TNI jangan diseret-seret ke soal kementerian. Karena tugas dia sendiri sangat penting dan membutuhkan fokus 100 persen yaitu pertahanan. Kita tahu ancaman terhadap pertahanan sangat kompleks, tidak lagi kasat mata seperti bambu runcing. Tapi lebih rumit ada cyber, pencurian pasir, ikan dan lain-lain," jelas Asfinawati di kantor YLBHI, Jakarta, Kamis (7/3).
Asfinawati menambahkan tim kuasa hukum belum menentukan langkah hukum lanjutan terkait status tersangka Robet. Menurutnya, tim perlu berkonsultasi lebih lanjut dengan Robet dalam kasus ini.
Sementara itu, perwakilan Aliansi Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedillah Badrun menjelaskan pendapat yang disampaikan Robet terkait penempatan TNI di jabatan sipil merupakan bentuk kebebasan akademik. Menurutnya, kebebasan akademik tersebut penting sebagai prasyarat demokrasi dalam sebuah demokrasi.
"Robet adalah teman saya mengajar dan dia memiliki kebebasan akademik untuk menyampaikan pandangan dan pikiran. Sehingga tidak ada satupun, pikiran seorang akademisi itu yang tidak dibangun dengan argumentasi yang kokoh. Jadi kami meyakini apa yang dilakukan Robet tidak satupun menyalahi kaidah akademik. Ini kami sampaikan ke publik dan kami berharap pihak tentara dan polisi memahami ini," jelas Ubedillah.
Ubedillah mengatakan Aliansi Dosen UNJ akan terus mengawal kasus Robet. Salah satunya dengan mengedukasi publik, termasuk aparat tentang pentingnya kebebasan akademik guna menjaga sistem demokrasi tetap hidup. Di samping itu, pihaknya juga bekerjasama dengan sejumlah lembaga bantuan hukum lainnya dalam memberikan pendampingan hukum kepada Robert.
Kendati muncul desakan penghentian penyidikan, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Dedi Prasetyo mengatakan tidak akan menghentikan penyidikan kasus yang menjerat Robet. Menurutnya, penyidik Polri berdasarkan secara profesional dan berdasarkan fakta hukum. Robert kini telah dibebaskan kepolisian meski berstatus tersangka. Sebab ancaman hukuman pasal yang menjerat Robet paling lama 1,5 tahun.
"(Apakah penyidikan kasus Robet akan dihentikan?) tidak ada, penyidik profesional dan berdasarkan fakta hukum," kata Dedi melalui pesan online ke VOA. (sm/em)