JAKARTA —
Wakil Direktur Human Rights Working Group (HRWG) Chairul Anam dalam keterangan pers di kantor Wahid Institute mengatakan Rancangan Undang-undang Organisasi Masyarakat (RUU Ormas) yang saat ini sedang dibahas DPR dan pemerintah sifatnya sangat mengontrol masyarakat sipil.
Dalam RUU tersebut, kata Anam, dinyatakan bahwa organisasi berbadan hukum yayasan dan perkumpulan maupun organisasi yang tidak berbadan hukum, semua wajib daftar sebagai ormas dan memiliki Surat Keterangan Terdaftar (SKT) dari Kementerian Dalam Negeri yang dapat diperpanjang, dibekukan dan dicabut.
Menurut Anam, proses birokratisasi juga akan dihadapi oleh dua atau tiga orang yang ingin berkumpul karena kesamaan hobi, seni, olahraga dan lain sebagainya.
Mereka harus memiliki akta pendirian yang dikeluarkan oleh notaris, memiliki AD/ART, program kerja, kepengurusan, surat keterangan domisili, nomor pokok wajib pajak.
Selain itu dalam RUU ini organisasi yang akan mendapatkan sumber pendanaan dari manapun terlebih dahulu harus melaporkan atau mendapatkan persetujuan pemerintah
Anam juga menilai pemerintah dan DPR berupaya membungkam kelompok-kelompok yang kritis terhadap pemerintah melalui peraturan ini.
“Kalau ini disahkan, kalau kemarin index kebebasan Indonesia cukup tinggi maka tiba-tiba Indonesia akan disamakan dengan Tiongkok, Laos, Vietnam, dan Afganistan yang tidak memiliki tradisi demokrasi sama sekali. Ini tantangan bagi SBY untuk dua tahun kedepan ini, kalau dia ingin meninggalkan pemerintahannya dengan baik, hentikan RUU ini. Kalau tidak, maka dia akan tercatat dalam sejarah sebagai satu-satunya presiden di dunia yang sistemnya modern, yang katanya demokratis, tetapi memberangus masyarakat sipil,” papar Anam.
Tokoh agama Romo Benny Susetyo mengungkapkan dalam aturan tersebut organisasi sosial keagamaan juga akan dilarang untuk menerima sumbangan berupa uang, barang ataupun jasa dari pihak manapun tanpa mencantumkan identitas yang jelas.
Hal ini tambahnya berpotensi menyulitkan organisasi sosial keagamaan yang biasa menerima donasi tanpa identitas jelas.
“Karena kita tidak bisa lagi mengelolah dana-dana publik karena mereka (pemerintah) berhak meminta laporan pertanggungjawaban, misalnya kolekte gereja akan terkena ini, dia harus melaporkan ini padahal pemerintah tidak pernah menyumbang. Kotakan mesjid itu akan terkena karena konsekuensi itu. Jadi ini persoalannya adalah bahwa penguasa tidak percaya dengan lembaga-lembaga keagamaan yang secara transparan mempunyai mekanisme sendiri. Kalau ini diterima maka ormas keagamaan akan terancam,” ujar Romo Benny Susetyo.
Aktivis HAM Usman Hamid, melakukan penggalangan dukungan masyarakat terkait penolakan RUU Ormas ini.
“Dari kajian banyak kalangan, RUU ini sangat tidak layak karena itu kita ingin mengajak siapapun yang ingin mendukung penolakan RUU ini, silahkan langsung ke www.change.org/RUUOrmas, silakan tandatangani petisi tersebut juga bisa sampaikan pendapat anda untuk mencegah adanya undang-undang yang dapat memberangus kebebasan berorganisasi kita semua”, papar Usman Hamid.
Sementara itu, ketua panitia khusus RUU Ormas Abdul Malik Haramain mengatakan pembahasan RUU Ormas semata-mata bertujuan agar Ormas lebih produktif dan bukan mengendalikan.
Ini dilakukan menurut Haramain karena saat ini banyak ormas kontraproduktif dengan pembangunan nasional seperti mengancam kebebasan orang lain dan melakukan tindakan anarkis.
Politikus Partai Kebangkitan Bangsa ini membantah jika RUU Ormas ini akan mengancam kebebasan berserikat dan berkumpul.
Abdul Malik Haramain mengatakan, “UU ini dibuat bukan mengekang apalagi mengancam kebebasan. Rujukan kita jelas, konstitusi, dasar kita UUD 1945 pasal 28. Yang jelas tidak hanya memberikan kebebasan tetapi juga menghormati.”
Abdul Malik Haramain mengungkapkan saat ini di Indonesia terdapat sekitar 65 ribu Ormas.
Dalam RUU tersebut, kata Anam, dinyatakan bahwa organisasi berbadan hukum yayasan dan perkumpulan maupun organisasi yang tidak berbadan hukum, semua wajib daftar sebagai ormas dan memiliki Surat Keterangan Terdaftar (SKT) dari Kementerian Dalam Negeri yang dapat diperpanjang, dibekukan dan dicabut.
Menurut Anam, proses birokratisasi juga akan dihadapi oleh dua atau tiga orang yang ingin berkumpul karena kesamaan hobi, seni, olahraga dan lain sebagainya.
Mereka harus memiliki akta pendirian yang dikeluarkan oleh notaris, memiliki AD/ART, program kerja, kepengurusan, surat keterangan domisili, nomor pokok wajib pajak.
Selain itu dalam RUU ini organisasi yang akan mendapatkan sumber pendanaan dari manapun terlebih dahulu harus melaporkan atau mendapatkan persetujuan pemerintah
Anam juga menilai pemerintah dan DPR berupaya membungkam kelompok-kelompok yang kritis terhadap pemerintah melalui peraturan ini.
“Kalau ini disahkan, kalau kemarin index kebebasan Indonesia cukup tinggi maka tiba-tiba Indonesia akan disamakan dengan Tiongkok, Laos, Vietnam, dan Afganistan yang tidak memiliki tradisi demokrasi sama sekali. Ini tantangan bagi SBY untuk dua tahun kedepan ini, kalau dia ingin meninggalkan pemerintahannya dengan baik, hentikan RUU ini. Kalau tidak, maka dia akan tercatat dalam sejarah sebagai satu-satunya presiden di dunia yang sistemnya modern, yang katanya demokratis, tetapi memberangus masyarakat sipil,” papar Anam.
Tokoh agama Romo Benny Susetyo mengungkapkan dalam aturan tersebut organisasi sosial keagamaan juga akan dilarang untuk menerima sumbangan berupa uang, barang ataupun jasa dari pihak manapun tanpa mencantumkan identitas yang jelas.
Hal ini tambahnya berpotensi menyulitkan organisasi sosial keagamaan yang biasa menerima donasi tanpa identitas jelas.
“Karena kita tidak bisa lagi mengelolah dana-dana publik karena mereka (pemerintah) berhak meminta laporan pertanggungjawaban, misalnya kolekte gereja akan terkena ini, dia harus melaporkan ini padahal pemerintah tidak pernah menyumbang. Kotakan mesjid itu akan terkena karena konsekuensi itu. Jadi ini persoalannya adalah bahwa penguasa tidak percaya dengan lembaga-lembaga keagamaan yang secara transparan mempunyai mekanisme sendiri. Kalau ini diterima maka ormas keagamaan akan terancam,” ujar Romo Benny Susetyo.
Aktivis HAM Usman Hamid, melakukan penggalangan dukungan masyarakat terkait penolakan RUU Ormas ini.
“Dari kajian banyak kalangan, RUU ini sangat tidak layak karena itu kita ingin mengajak siapapun yang ingin mendukung penolakan RUU ini, silahkan langsung ke www.change.org/RUUOrmas, silakan tandatangani petisi tersebut juga bisa sampaikan pendapat anda untuk mencegah adanya undang-undang yang dapat memberangus kebebasan berorganisasi kita semua”, papar Usman Hamid.
Sementara itu, ketua panitia khusus RUU Ormas Abdul Malik Haramain mengatakan pembahasan RUU Ormas semata-mata bertujuan agar Ormas lebih produktif dan bukan mengendalikan.
Ini dilakukan menurut Haramain karena saat ini banyak ormas kontraproduktif dengan pembangunan nasional seperti mengancam kebebasan orang lain dan melakukan tindakan anarkis.
Politikus Partai Kebangkitan Bangsa ini membantah jika RUU Ormas ini akan mengancam kebebasan berserikat dan berkumpul.
Abdul Malik Haramain mengatakan, “UU ini dibuat bukan mengekang apalagi mengancam kebebasan. Rujukan kita jelas, konstitusi, dasar kita UUD 1945 pasal 28. Yang jelas tidak hanya memberikan kebebasan tetapi juga menghormati.”
Abdul Malik Haramain mengungkapkan saat ini di Indonesia terdapat sekitar 65 ribu Ormas.