Kerja Tim 9 Terkendala Tidak Adanya Keppres

  • Fathiyah Wardah

Tim Independen atau Tim 9 menggelar jumpa pers di lobi Gedung Utama Setneg, Jakarta hari Rabu 28/1 (foto: VOA/Andylala).

Tim independen atau Tim 9 mengatakan kerja mereka dalam proses penelusuran fakta terkait konflik KPK-Polri terkendala, karena presiden tidak mengeluarkan Keppres sebagai payung hukum.

Presiden Joko Widodo baru-baru ini telah membentuk tim khusus yang terdiri dari tokoh dan pakar untuk membantunya menyelesaikan perseteruan KPK dan Polri. Tim ini diberi nama tim 9.

Sekretaris tim independen atau tim 9, Hikmahanto Juwana hari Kamis mengatakan kerja tim independen ini sedikit terkendala dalam proses penelusuran fakta terkait konflik antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kepolisian.

Hal ini dikarenakan hingga kini Presiden Jokowi tidak kunjung mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) tentang kewenangan tim tersebut dalam menjalankan tugasnya.

Tidak adanya Keppres tersebut lanjutnya mengakibatkan tugas dan wewenang dari tim 9 itu tidak memiliki kekuatan hukum yang berimbas pada tidak maksimalnya kerja tim. Selain itu, akibat dari tidak adanya Keppres, tim 9 tidak memiliki kewenangan untuk memanggil pimpinan KPK dan Polri untuk menggali fakta hukum dari kisruh yang sedang terjadi di kedua lembaga hukum itu.

Menurutnya, batas waktu dari tim ini pun juga tidak jelas akibat tidak adanya Keppres. Sebenarnya, kata Hikmahanto, dengan semakin banyak fakta yang bisa digali maka akan semakin penting dalam mengambil keputusan. Namun, meski tim independen tidak memiliki kewenangan yang besar, ia menyatakan tim akan terus menggali informasi dari pihak ketiga.

"Yah, kalau saya bandingkan ketika saya di tim 8 tahun 2008 waktu SBY itu memang kita berwenang untuk memanggil institusi hukum yang ada, tetapi dalam konteks sekarang ini kita tidak memiliki kewenangan untuk itu. Jadi, mengumpulkan datanya kita kepada mereka-mereka yang mempunyai informasi dapat menyampaikan kepada kami," papar Hikmahanto.

Saat ini tim 9 telah merekomendasikan 5 poin kepada Presiden Jokowi terkait masalah KPK dan Polri, salah satunya adalah tidak melantik Komjen Budi Gunawan sebagai Kapolri.

Ketika masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kisruh antara Polri dan KPK juga pernah terjadi. Presiden SBY pada saat itu membentuk tim 8 untuk mengatasi masalah tersebut. Tim ini pun diberikan payung hukum melalui Keputusan Presiden.

Sementara, Pengamat Hukum Tata Negara dari Universitas Indonesia Refly Harun mengungkapkan, ada tidaknya keputusan presiden, rekomendasi tim 9 ini tidak mengikat presiden atau semua tergantung kebijakan presiden mau dijalankan atau tidak rekomendasi tim ini.

Walaupun demikian, dia menyatakan bahwa payung hukum menjadi penting ketika tim menjalankan tugasnya seperti memanggil atau mendatangi institusi-institusi sehubungan dengan kisruh Polri dan KPK.

Refly Harun mengatakan, "Untuk kegiatan-kegiatan seperti itu payung hukum menjadi penting terutama saat mereka datang ke institusi-institusi yang secara administrasi kenegaraan di bawah presiden, saya kira payung hukum Keppres sangat penting, tetapi untuk memberikan masukan dari sisi keilmuwan, kenegarawan , dari sisi rasionalitas, mereka tidak mempunyai Keppres."

Sementara itu Wakil Presiden Jusuf Kalla mengakui tim ini memang tidak didasari dengan payung hukum tetapi tim tersebut diminta memberikan saran-saran kepada presiden.

"Artinya tidak resmi tidak menggunakan Keppres, ya namanya memberikan saran-saran, (jadi) masa kerjanya sejauh yang diminta oleh Presiden," papar Kalla.

Tim independen atau tim 9 dibentuk Presiden Jokowi untuk membantu menyelesaikan masalah yang terjadi antara KPK-Polri. Perseteruan itu berawal dari penetapan status tersangka terhadap calon Kepala Kepolisian, Budi Gunawan.

Sepuluh hari kemudian, Mabes Polri menangkap Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto. Polisi juga tengah mengusut laporan kasus terhadap anggota KPK yang lain, seperti Abraham Samad, Adnan Pandu Praja, dan Zulkarnain.

Tim tersebut terdiri atas mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie, mantan Wakapolri Oegroseno, guru besar UI Hikmahanto Juwana, mantan pimpinan KPK Tumpak Hatorangan Pangabean dan Erry Riyana Hardjapamekas, serta pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar dan cendekiawan Buya Syafii Ma'arif.