Negara-negara yang dituduh mekanggar hak asasi manusia akan berada di bawah lensa pengamatan Dewan Hak Asasi Manusia PBB selama tiga minggu ke depan. Puluhan isu tematik dan laporan mengenai rekam jejak negara tentang berbagai topik termasuk pandemi COVID-19 akan dibahas selama sidang itu, yang dimulai Senin (21/6).
Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, Michelle Bachelet, akan menyampaikan laporan terbaru secara lisan tentang krisis HAM yang terjadi di Myanmar sejak kudeta militer di sana pada 1 Februari. Laporannya kemungkinan akan mencerminkan kecaman atas kekerasan yang dilakukan oleh para pemimpin militer terhadap penduduk sipil dan apa yang dilihatnya sebagai ancaman akan terjadinya perang saudara di negara itu.
BACA JUGA: Kepala HAM PBB: Serangan Israel di Gaza Mungkin termasuk Kejahatan PerangDewan tersebut juga akan mendengarkan perkembangan terbaru tentang situasi hak asasi manusia di negara-negara lain, termasuk Eritrea, Iran, Nikaragua, Sudan Selatan, dan Suriah. Secara terpisah, para pengamat melihat peristiwa di wilayah Tigray di Ethiopia utara sebagai salah satu masalah hak asasi manusia yang paling serius.
Direktur eksekutif Human Rights Watch, Kenneth Roth, mengatakan laporan tentang kelaparan yang akan segera terjadi, eksekusi di luar hukum, pemerkosaan dan kekejaman lainnya yang dilakukan di Tigray memerlukan tindakan oleh Dewan Hak Asasi Manusia.
Roth menyerukan adopsi resolusi yang mengutuk praktik-praktik ini dalam sidang itu. “Sebuah resolusi harus dengan jelas menyebutkan nama-nama pemerintah. Kami tahu bahwa pasukan pemerintah Ethiopia telah menjadi pelaku utama kejahatan ini bersama dengan, seperti yang Anda sebutkan, pasukan Eritrea. Penting untuk diketahui bahwa pasukan Eritrea tidak menyerang Tigray. Mereka diundang oleh pemerintah Ethiopia.”
Kekerasan meletus di Tigray pada bulan November ketika pasukan front Pembebasan Rakyat Tigray menyerang pangkalan militer federal di wilayah tersebut. Pemerintah Ethiopia menanggapinya dengan penggunaan kekuatan militer.
Komisaris Tinggi Bachelet juga akan menyajikan laporan tentang kekerasan polisi dan rasisme sistemik terhadap orang-orang keturunan Afrika. Kematian warga Afrika-Amerika George Floyd ketika berada dalam tahanan polisi di Amerika Serikat tahun lalu memicu sidang dewan khusus setahun lalu.
Roth mengatakan dia yakin laporan itu harus memiliki fokus yang kuat di Amerika Serikat. Namun, dia menambahkan bahwa rasisme sistemik adalah masalah global dan harus diperlakukan seperti apa adanya.
“Kekhawatiran kami sesungguhnya bahwa dewan akan menciptakan semacam mekanisme untuk melanjutkan ini. Ini bukan hanya laporan sekali selesai, tetapi ada upaya yang lebih sistematis untuk mengatasi akar penyebabnya dan mendorong akuntabilitas…Saya sama sekali tidak mengatakan itu untuk mencoba meminimalkan situasi di AS. Amerika harus menjadi fokus penting dari upaya-upaya itu,” tandasnya.
Sidang terakhir dewan pada bulan Februari lalu berfokus pada upaya-upaya mengatasi berbagai pelanggaran terkait COVID-19. Bachelet akan menyajikan laporan tentang bagaimana negara-negara menanggapi pandemi COVID-19, yang juga akan membahas subtema laporan dan diskusi panel dalam sidang itu. [lt/jm]